Ali: "Jadilah Seseorang yang Penasaran."



Begitulah jawaban Said Ali Akbar, pemuda yang baru saja menginjak umur 20 tahun saat saya bertanya tentang kunci sukses kehidupannya, Sabtu (05/03). Ali, begitu ia akrab disapa, adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Kimia, Unsyiah. Berbagai prestasi telah ditorehkan oleh anak tunggal dari pasangan Said Nasir dan Sarimah ini. Salah satu yang paling fenomenal terjadi pada tahun 2009. Ketika itu Ali berhasil menjadi juara pertama Olimpiade Sains Nasional Perguruan Tinggi (OSN PTI) Aceh. Oleh karena itu pula, Ali menjadi wakil Aceh untuk berlaga di even nasional yang berlangsung di Universitas Indonesia, walaupun akhirnya di sana ia tidak memperoleh gelar apapun.
“Saat itu saingannya berat. Ada dari ITB, UI, dan UGM. Juara pertama direbut oleh ITB,” kata Ali.
Bagi Ali sendiri, menjadi wakil dari Aceh dalam OSN PTI adalah momen yang sangat spesial karena itulah pengalaman pertamanya mengikuti olimpiade dan ia merupakan satu-satunya wakil dari FKIP Kimia. Kemenangan Ali di level provinsi ini juga sangat dielu-elukan oleh kampus tempat ia belajar, bagaimana tidak, selama ini yang menjadi wakil dari Aceh adalah mereka yang berasal dari MIPA Unsyiah.
Prestasi Ali tidak hanya berhenti di OSN PTI 2009 itu. Pada tahun yang sama, ia kembali mengikuti olimpiade serupa yang saat itu diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Seleksi untuk menjaring wakil Aceh saat itu diselenggarakan di MIPA Unsyiah. Even seleksi yang bertajuk Olimpiade Sains MIPA itu lagi-lagi mendaulat Ali sebagai pemenang pertama. Setelah menjadi juara di Aceh, Ali harus bertarung di level Sumatera. Namun kali ini ia harus mengakui keunggulan peserta dari Universitas Sumatera Utara dengan merebut gelar juara ketiga. Tahun 2010 Ali juga kembali mengikuti OSN PTI Aceh. Namun kali ini ia harus puas duduk di peringkat kedua.
Menjadi juara olimpiade kimia, membuat berkah tersendiri bagi Ali dan kampusnya. Semenjak menjadi juara, pemuda berkacamata ini mengaku banyak menerima tawaran mengajar di berbagai sekolah dan bimbingan belajar (bimbel).
“Pas saya juara OSN PTI 2009, saya mendapat tawaran mengajar di SMA Modal Bangsa (MOSA) untuk persiapan olimpiade. Yang usulin saya kesana itu dosen saya sendiri. Dia Pembantu Dekan II, namanya bu Sulastri. Sebenarnya MOSA meminta dosen-dosen untuk mengajar di sana, tapi saya juga diikutsertakan, jadi sungguh sangat membahagiakan sekali,” kata Ali.
Selain mengajar kelas persiapan olimpiade di MOSA, alumni SMA 4 Banda Aceh ini juga mendapatkan tawaran mengajar dari Fatih Bilingual School untuk kelas yang sama. Selain itu, ia juga mengajar aktif di bimbingan belajar Primagama, kelas pengayaan sore di MAN Model Banda Aceh, dan beberapa tempat lainnya.
Imbas dari prestasi Ali juga turut menjalar ke kampusnya. Semenjak ia menjadi juara, FKIP mulai percaya diri dalam mengirimkan wakil-wakilnya untuk berlomba di ajang olimpiade, dari sebelumnya hanya beberapa peserta saja. Dalam OSN PTI tahun 2010, FKIP Kimia mengirim 30an peserta. Antusiasme peserta juga terlihat dari meningkatnya jumlah pengiriman dari kontingen FKIP Matematika dan Fisika. Bahkan beberapa dari mereka turut menjadi juara, seperti FKIP Fisika yang menjadi juara pertama.
Saat ditanya mengenai awal mula dirinya menyukai kimia, pemuda bertinggi badan 172 centimeter ini tertawa.
“Saat itu masuk seorang guru kimia baru di SMA 4, namanya ibu Riski Adisti. Ibu itu dengan gairah mudanya telah menarik jiwa saya sampai menyukai kimia,” terang Ali sambil tak henti tersenyum-senyum.
“Itulah awalnya saya menyukai kimia, dan karena ibu itu juga lah saya punya pilihan untuk memilih FKIP kimia,” sambung Ali.
 Kesuksesan Ali dalam bidang kimia salah satunya berkat sebuah prinsip yang ia pegang: Jadilah seorang yang penasaran.
“Saya selalu begitu dalam hidup saya. Jadi misalnya saya melihat seseorang bisa melakukan sesuatu, saya ingin mencoba melakukannya juga. Kenapa dia bisa saya nggak. Saya ingin tahu bagaimana caranya agar bisa seperti dia.”
Ali menambahkan, rasa penasaran akan memberikan semangat dalam hal belajar. Jika kita tidak memiliki rasa itu, kita tidak akan peduli dengan materi yang sedang dipelajari.
Hal lain yang membuat ia bisa meraih prestasi seperti ini adalah dukungan dari orangtua, dosen, dan teman-teman. Mereka membuat semangat dan motivasi belajar Ali meningkat drastis.
Ali memiliki impian. Ketika lulus nanti ia berencana melanjutkan kuliah magisternya di Universitas Gadjah Mada (UGM) di jurusan Kimia Fisika. Saat ditanya mengenai pekerjaan apa yang akan ia pilih nantinya, tanpa ragu lelaki yang memiliki hobi memainkan gitar dan biola ini menjawab: guru.
Tak lupa Ali berpesan, janganlah melihat sesuatu dari luarnya, karena segala hal tidak seperti penampakannya. []

Saturday, March 5, 2011 by Muhammad Haekal
Categories: 1 comment

One Comment

Leave a Reply