Galau

Belakangan ini di berbagai media mulai dari yang berjaring kabel hingga maya cukup sering menyatakan kata ini. Dari mayoritas anak muda, hingga meranggas ke sebagian jiwa tua, kata ini juga menetap, merasuk, dan mempengaruhi. Dan seperti yang sudah ditebak, kata tersebut adalah ‘galau’.



Menurut artikata.com, galau dapat berarti perasaan was-was, resah, keruh, bingung, gelisah, (dan bahkan) semak hati. Dari pengertian tersebut, galau sungguhlah berhaluan negatif. Dan jika ke semua macam pengertian itu terjadi, mungkin sang manusia bisa bunuh diri (hehe).

Dalam sebuah presentasinya di Golden Ways, Mario Teguh berkata, “galau bagi remaja adalah tanda pertumbuhan, sementara bagi dewasa adalah isyarat kemandekan (kemacaetan, kebekuan, stagnasi).” Manusia galau karena terlalu banyak pikiran, janji, masalah, dan segala impian yang memerlukan penyelesaian. Dan biasanya, lanjut Mario, kegalauan jamak terjadi pada pribadi yang kreatif plus imajinatif: mereka terkadang cenderungmenghayalkan sesuatu secara negatif walau hal tersebut belum terjadi. Seseorang yang ditimpa kegalauan biasanya akan berujung kepada rasa frustasi, dan rasa tersebut akan menyelam lebih dalam apabila sebab kegalauannya tidak dapat diselesaikan.

Terus bagaimana jika kegalauan telah menimpa? Dalam sebuah tulisannya, Stephen Covey mengatakan (walau tentu saja bukan tentang galau), manusia harus bertindak proaktif ketika berhadapan dengan problematika hidup. Maksudnya? Ya, segala permasalahan harus diselesaikan, ingat DISELESAIKAN. Tentu saja tidak dengan diam, tidur siang, dan berharap masalah selesai pada waktu petang. Tapi SELESAIKAN.

Berbicara tentang masalah, suatu kali saya sedang memfotokopi paper, tidak sengaja saya membaca sebuah guntingan yang dikutip dari The History of Prayer (jika saya tidak salah). Di sana ditulis, “saat aku memohon kepada Tuhan agar dianugerahkan kebijaksanaan, Tuhan memberikan banyak masalah untukku selesaikan.” Dan ada beberapa kalimat lain yang saya lupa. Intinya, Tuhan memberikan kekuatan tidak dengan langsung. Beliau tidak memberikan otot six pack dengan cuma-cuma, tapi terlebih dahulu “menyiksa” sang peminta dengan olah tubuh ala binaraga. Nah, terus apa hubungannya dengan galau?

Mungkin Allah memberikan kegalauan agar manusia mau berpikir, dan mulai bergerak berusaha untuk kebaikan dirinya sendiri. Bukan tidak mungkin setelah selesai “bergalau-galau ria”, sang manusia tersebut akan terlahir menjadi manusia yang baru, dengan atribut-atribut poin yang bertambah (seperti karakter game RPG, hehe). Jadi jika sedang galau, buka otak, buka hati, cari penyebabnya, kemudian selesaikan!

Terima kasih telah berkunjung! Saya tunggu komentarnya! Salam.  


foto: vi.sualize.us

Saturday, October 22, 2011 by Muhammad Haekal
Categories: Leave a comment

Leave a Reply