KPM-PAR, Bener Meriah (Bagian II - Kutu Air dan Diare)

Pulang dari pesantren


Dua hari di Bener Meriah, teman saya bersin-bersin. Sepuluh hari kemudian, dua orang lagi sakit kepala. Dan di hari ke 12, saya terkena komplikasi paling mengerikan abad ini: kutu air dan diare. Hehe.

Saya tidak memiliki masalah dengan makanan di rumah pak keuchik. Menunya oke-oke saja. Baru ketika hari ke sepuluh, saya mulai jajan makanan ringan. Dan karena mungkin kangen, saya makan banyak sekali! Dan lagi saat kami turun ke kawasan Pondok, tempat yang bisa disebut pekan, kami banyak jajan. Makan bakso lah, mie lah, jagung kelapa lah, pokoknya semua kami coba. Perut saya shock, dan timbulah diare. Pagi-siang-malam harus bolak-balik WC. Dan karena sedang di kampung orang, itu bukan pekerjaan yang menyenangkan! Hehe.


sebut saja jagung kelapa, saya lupa tanya namanya!

Di KPM juga, saya sering main air. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk ‘cuci tangan pakai sabun’. Terlebih di sini saya harus mencuci baju. Telapak kaki saya pecah-pecah. Saya kira itu karena di sini kami banyak jalan kaki – karena memang tidak punya kenderaan pribadi. Tapi kemudian pecahan itu menjadi panas dan gatal. Rasa perihnya menjalar ke sela-sela kaki sampai berjalan pun rasanya susah. Dan saat kena air, rasa sakitnya bukan main. Setelah saya perhatikan dengan saksama, ternyata kutu air.

Dan itulah komplikasi paling mengerikan: diare mengharuskan saya bolak-balik kamar mandi, sementara kutu air mengharuskan saya jauh dari air! hahaha. Luar biasa! Akhirnya ya saya terpaksa mengalah dengan diare dan merelakan kaki perih terkena air.

Alhamdulillah beberapa hari belakangan ini diare sudah reda, tinggal kutu air yang masih bersisa. Saya harus menjaga kaki agar tetap kering.

Adaptasi

Begitu sampai di Bener Meriah, banyak dari kami yang belum terbiasa dengan  suhu dingin. Kulit wajah kami mengelupas, sedikit perih. Tapi Alhamdulillah dalam beberapa hari sudah hilang. Beberapa bahkan ada yang demam, bersin-bersin, dan sakit hati (lho kok sakit hati? Hehe. Bercanda).

Togar dan GL-Pro Tgk. Imam

Di sini saya kuat makan. Saya tidak melewatkan sarapan pagi, siang, dan malam. Walau terkadang menu yang disajikan tidak pernah saya coba sebelumnya, misal agur – kalau tidak salah namanya – semacam sambal terasi yang diulek dengan terong belanda, tapi saya berusaha enjoy saja. Saya berharap dengan makan teratur, tubuh saya menjadi sehat. Kalau soal kebugaran sih gak usah dipikirkan, orang ke mana-mana jalan kaki kok, hehe. Kecuali, kalau mau pergi jauh sekali, baru pinjam sepeda motor pak keuchik atau tgk. imam. Hoho.

Dan satu hal yang menurut saya luar biasa di sini adalah mandi. Kalau di Lamreung, saya mandi minimal sekali sehari. Sementara di Bener Meriah, saya mandi maksimal satu hari sekali! Hahaha. Tidak heran memang, airnya dingin luar biasa. Apalagi saat pagi. Tulang-tulang serasa kontak karena dingin. Kalau mandi pun di sini gak bisa langsung byur, tapi harus dicipratkan dulu ke badan (seperti saat kita mandi di kolam air panas), biar tubuh tidak terkejut. Untungnya, di sini kita jarang sekali berkeringat. Jadi badan tidak bau, walau tidak mandi tiga hari! Hahahahahaha.

wah! payah ne didapat di kota-kota!

Akhirnya, berada di daerah yang tidak pernah kita kunjungi adalah sebuah pengalaman menarik. Memang banyak yang berbeda: bahasa, budaya, makanan, dan iklim. Tapi satu pesan saya: nikmati saja. Oke lah, sampai jumpa di postingan berikutnya. Insya Allah tentang panen kopi! Salam.  

Tuesday, May 1, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 6 comments

Comments (6)

  1. how inspiring!mantap kal..
    ga trasa uda 12 hari klean dsana y...

  2. keknya seru ya,,,
    haekal sama sapa disitu anak ten?

  3. @arief: thank rip! sama2. sukses juga kalian KPM nanti!
    @iklima: lumayan seru, alhamdulillah. yg plg dekat sama aku bang arya (alias togar). sekitar 30 menit jalan kaki ke desa mereka.

  4. asiiiiiikkk...
    bawa pulang kopi yaa!!!!

  5. ganas wak..
    mantap!!

  6. @achie: hhahahaha, oke bro. insya Allah
    @ken: hahahaa, alhamdulillah wak!

Leave a Reply