Karena Istirahat itu (Tak) Ada


Saat masih SMA dulu, saya dan teman-teman begitu bernafsu menyelesaikan pendidikan kami, meninggalkan seragam putih-abu-abu dan masuk kuliah. “Nanti bisa santai-santai.” Itu yang menjadi motivasinya. Terang saja, ketika pengumuman UN, kami girang bukan kepalang saat mengetahui nomor kami keluar: kami lulus!

Waktu kuliah tiba. Hari pertama wajah kami cerah bukan main. Melihat suasana hijau kampus, bertemu teman-teman baru, menyaksikan situasi yang luar biasa beda dari sekolah: tak ada seragam, tak ada keharusan berambut pendek bagi laki-laki, dan tak ada dosen yang menyuruh mahasiswa masuk saat sedang keluyuran di kantin. Pokoknya semua terasa serba bebas dan ekspresif! Masa orientasi pun kami lewati dengan senang hati. Tak ada ketakutan yang berlebih saat bolos dari orientasi pengenalan kampus (ospek). “Ini kampus, bung! Kita mahasiswa! Tak layak diperintah.” Begitu batin kami.

Kuliah hari pertama. Saya senyam-senyum sendiri saat pergi ke kampus pukul 09.45. Mana ada coba sekolah datangnya jam segitu? Paling telat pukul 07.30. Lebih dari itu ya siap-siap pungut sampah atau siram bunga! Hehe. Dosen pun naga-naganya gak masuk. Jadi terasa ada angin sepoi-sepoi dari mana gitu, haha.

Hari-hari terus berlalu. Pertemuan-pertemuan menjadi semakin sering. Daun-daun berguguran. Rambut-rambut semakin kribo (lho??). Singkat cerita, dosen semakin sering memberikan tugas. Tugasnya juga bukan mencari ‘pengertian’, seperti yang sering kita dapatkan di sekolah, tapi lebih daripada itu. Saya harus mencari jurnal, membaca buku, melakukan ini dan itu. Dan itu tidak hanya berlaku untuk satu mata kuliah, tapi sekitar sepuluh! Jadi waktu malam yang biasanya dilalui untuk tidur, kini harus berkutat di depan laptop. Waktu pagi yang dulu direncakan untuk malas-malasan harus pula digunakan untuk menyambung tugas yang tak siap di malam hari. Luar biasanya, hal itu hampir berlangsung empat tahun.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya saya bisa santai. Tapi dunia perkuliahan hanya menawarkan dua pilihan: sibuk di awal atau sibuk di akhir. Sibuk di semester awal atau sibuk menjelang drop out (DO). Dan akhirnya impian santai-santai saat SMA pun sirna. Hahaha.

Walaupun saya belum lulus, saya sering nongkrong dengan kawan-kawan yang sudah menyelesaikan skripsi atau bahasanya kerennya udah sidang. Ya, minimal bisa dianggap sudah selesai kuliah lah. Haha. Tapi ya kadang-kadang kasihan juga lihat mereka. Anggapan yang sering muncul saat selesai kuliah adalah kita bisa santai-santai. Tapi ternyata, kita selanjutnya malah direpotkan dengan mencari/ membuat pekerjaan atau bahasa pasarnya mau di bawa ke mana ijazah ini? 
“Aduuhh, sekarang aku ngapain lagi ee?” celetuk seorang teman. “Udah, nikah aja sana!”  balas saya. Jika saat semester akhir FAQ (frequently asked questions)- nya adalah skripsi, maka saat sudah wisuda ia berganti menjadi kerja. Luar biasa.

Kehidupan memang seperti ini. Seorang sufi – yang saya lupa namanya – berkata, “Istirahat seorang muslim itu hanyalah di surga.” Kalau dipikir-pikir benar juga. Orang paling kaya sekalipun tidak akan benar-benar istirahat. Ada saja kesibukan yang menghampiri. Menyambung cerita tadi, apakah saat kerja sudah didapat kita bisa beristirahat? Well, mungkin, kalau kerjaannya tidur! Hahaha. Sekarang semua pilihan ada di tangan kita. Mau santai bisa, mau peras keringat silahkan. Mengutip status FB abang letting saya: jika saat muda kita bekerja keras, waktu tua akan terasa lebih lapang. Jika saat muda kita malas-malasan, waktu tua kita akan berselimut kegalauan (hahaha, yang pake galau itu saya yang karang!). Semoga bermanfaat yaa. Insya Allah. Salam.             


Wednesday, August 8, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 2 comments

Comments (2)

  1. haha...asoooi...emang gak ada bantahan. Jempol dah dex buat tulisanmu, nyata banget ^_^

Leave a Reply