Archive for December 2012

Teladan



Suatu hari, seorang bapak tidak sengaja memergoki anaknya merokok. Dia marah besar. Anaknya dinasihati panjang-lebar. Uang jajannya juga terancam dikurangi. Setelah melakukan itu semua, si bapak merogoh saku baju untuk mencari sesuatu. Tidak ditemukan. Ia pun berganti merogoh saku celana tapi benda itu belum juga didapat. Putus asa dengan pencariannya, ia memanggil sang anak yang sudah masuk ke kamar setelah diceramahi.

“Andi, bisa tolong beli rokok bapak di warung?”

Mereka Melihat

Sebagai orang dewasa, disadari atau tidak, kita gemar menasihati: anak-anak tidak boleh merokok, buang sampah pada tempatnya, shalat tepat waktu, dan berbagai macam jangan ini-harus itu lain.

Lucunya, sebagai penasihat, kita terkadang lupa bahwa (secara tak sadar) kita memberikan teladan buruk bagi anak-anak. Banyak orang tua menyuruh anak mereka shalat tepat waktu, sementara sang anak juga setiap hari melihat orang tuanya menonton sinetron saat azan. Hampir semua orang tua marah melihat anaknya merokok, dan hampir setiap saat pula seorang ayah menyuruh anaknya membelikan rokok untuknya.

Anak-anak melihat yang kita lakukan. Mereka mempelajarinya. 

“Kenapa ayah boleh merokok? | Kenapa ibu buang sampah sembarangan? | Kenapa abang boleh pacaran? | Kenapa aku tidak boleh melakukan itu semua?

Penasihat yang Baik

Mulai sekarang, ada baiknya kita menjadi penasihat yang baik: penasihat yang melakukan apa yang ia nasihati. Dengan memberikan teladan langsung lewat perbuatan, mudah-mudahan segala macam nasihat akan lebih mudah berjalan.

Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca :)



Sunday, December 30, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 5 comments

2013


Dalam hitungan jari, bulan Desember akan segera berlalu. Januari datang. Tahun baru! Banyak hal yang telah kita lakukan di tahun ini. Jumlah rencana-rencana yang berhasil juga mungkin sama banyaknya dengan yang gagal.  Banyak momen-momen yang terjadi. Entah itu membahagiakan atau yang membuat kehidupan kita mendadak berubah. Ya, apapun itu, semua telah berlalu. Saatnya menyusun rencana baru untuk satu tahun ke depan!

Membuat rencana adalah hal yang menarik juga produktif. Ya, minimal kita memiliki target, tidak bingung lagi dengan apa yang nanti akan kita lakukan. 

Rencana dalam hal ini haruslah jelas, gamblang, realistis, dan tidak bersifat umum – seperti “di tahun 2013, aku ingin menjadi sukses.” Ya, rencana seperti itu hebat, cuma masih terlalu kabur. Kita harus membuatnya lebih spesifik, misal “Pada tahun 2013, aku akan mengirim 7 tulisan setiap minggu ke media massa. Menulis minimal dua halaman naskah novel setiap hari. Mengikuti perlombaan menulis apa saja. Membuka jasa terjemahan Inggris – Indonesia. Mempertimbangkan lowongan kerja yang berhubungan dengan kepenulisan.”

Rencana yang saya contohkan di atas adalah perihal karir. Tentunya masih banyak bidang-bidang lain yang bisa kita susun perencanaannya. Mudah-mudahan dengan berbuat demikian, kita akan lebih sukses di tahun 2013. Dan ingat, setelah berencana, jangan lupa untuk beraksi!

Akhirnya, semoga tulisan kali ini bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca. Salam :)

Sunday, December 23, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 4 comments

Guruku dan Gurumu



Biarkan engkau menjadi guruku
Membukakan setiap lembar buku
Menulis segala pengetahuan dengan kapur putih
Lalu menghapusnya hingga bersih

Biarkan aku menjadi gurumu
Membukakan setiap lembar buku
Menulis segala pengetahuan dengan kapur putih
Lalu menghapusnya hingga bersih

Biarkan kita
Menjadi guru sekaligus murid
Untuk mata pelajaran cinta
Dengan silabus suka dan duka

Biarkan kita
Menjadi guru sekaligus murid
Untuk mata pelajaran cinta
Yang tidak pernah kita mengerti.


Thursday, December 20, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 7 comments

Seakan Wajar



Sabtu malam, pukul 23.30 WIB. Saya bersama seorang teman baru selesai main Pro Evolution Soccer di rental Playstation kawasan Darussalam. Kami tidak langsung pulang ke rumah tapi “mencari angin” dulu ke arah kota.

Malam sudah cukup larut, namun jalanan belum sepi. Banyak muda-mudi yang masih berkeliaran. Sebagian dari mereka berkendara dengan pasangan, sebagian lain memilih nongkrong di kedai kopi atau gerobak burger yang buka hingga dini hari.

Setelah melaju di Jalan Tgk Daud Beureueh, berputar di depan Masjid Raya, dan berbelok ke Peunayong, kami memutuskan pulang.

Udara dingin menyusup ke dalam sweater. Jarum panjang telah melewati angka dua belas saat kami melaju di Jalan T. Nyak Arief, depan Kantor Gubernur Aceh. Hanya satu-dua kenderaan yang melintas. Jalanan mulai sepi. Namun perhatian kami sontak terenggut saat berpapasan dengan sepasang muda-mudi. Selain karena jam yang sudah sangat larut, ada sesuatu yang sangat mencolok di mata; gaya mereka berboncengan. Si lelaki membawa motor. Si perempuan yang dibonceng menaikkan kedua kakinya ke atas paha sang lelaki dan mengapitnya. Bisa dibayangkan? Canggihnya lagi, begitu kami mendahului mereka, pasangan itu tidak risih, tidak mengubah posisinya. Jika ingin berprasangka baik, mungkin mereka sedang ber-safety riding.

Teman saya yang mengajar di sebuah SMA di Banda Aceh juga memiliki pengalaman yang mirip. Suatu hari ia diundang untuk merayakan ulang tahun seorang murid di pantai. Sebagian undangan (yang juga siswa) membawa serta pacarnya. Mereka tidak ragu untuk berpegangan tangan. Membawa serta pasangannya mandi bersama. Tidak merasa segan sama sekali dengan keberadaan guru mereka di sana. Teman saya pun merasa bingung tentang apa yang harus ia lakukan. Jika melarang, ia takut ‘merusak’ suasana. Bila didiamkan juga bukan pilihan yang bijak. Akhirnya ia terpaksa harus memilih opsi kedua dan berjanji kepada diri sendiri untuk lebih memperbanyak materi tentang pergaulan yang Islami di kelas.

Filter

Kita hidup di masa ketika segala informasi disajikan. Kita menonton televisi, menikmati musik, dan membaca buku yang diciptakan oleh orang lain. Sialnya, tidak semua hal yang tersaji itu baik bagi budaya dan agama kita. Gawatnya lagi, gempuran arus informasi itu membuat segala hal terkesan wajar, seakan baik-baik saja jika dilakukan.

Pacaran hanyalah sebuah contoh sikap buruk yang telah dianggap wajar. Malah jika ada orang yang menghindarinya, ia akan diteriaki ‘munafik’ – walau tentu patut dipertanyakan: siapa yang sebenarnya munafik?

Yang patut kita waspadai adalah efek jangka panjang. Ambil contoh pacaran tadi. Sekarang pacaran biasa, pegangan tangan di depan umum wajar, mandi bersama di laut tidak apa. Maka bagaimana dengan standar kewajaran sepuluh tahun lagi?

Generasi muda adalah penerus bangsa. Suatu hari mereka akan memimpin bangsa ini. Melindungi mereka dari segala keburukan adalah tanggung jawab kita bersama. Membuat peraturan, teguran, atau larangan saja tidak cukup. Kita harus memberikan pemahaman. Jika tidak, peraturan hanya hadir untuk dilanggar – tanpa dipahami benar maksud yang terkandung di dalamnya.

Proses ini tidak mudah tentu saja. Harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan teman dekat. Namun, sepanjang kita berkomitmen, apa yang tidak mungkin?

Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca :)

Sunday, December 16, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 13 comments

Jejaring Sosial




Urban Sosial melansir jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 39.600.000 jiwa. Angka tersebut adalah 16% dari populasi warga yang berjumlah 238.600.000 jiwa. Survey itu dilakukan dari tahun 2000-2010. Perkembangan pengguna internet dalam rentang tahun tersebut juga menunjukkan statistik yang mencengangkan: 1400%. Facebook menduduki posisi pertama sebagai situs dengan pengunjung terbanyak dengan 6 milyar page views.

Eksistensi

Coba tanya teman-teman kalian? Jika mereka masih bersekolah atau kuliah, bisa dipastikan mereka memiliki akun jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter. Beberapa mungkin tidak, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Memiliki akun di jejaring sosial (kita fokus di FB dan Twitter) agaknya telah menjadi sebuah kebutuhan. Ia adalah lambang eksisnya seseorang di tengah hegemoni modernitas. Dengan akun maya ini, pemiliknya dapat dengan mudah berinteraksi dengan teman-teman dunia maya mereka, memberi atau mendapatkan informasi terbaru, atau sekadar menjadi tempat menuangkan keluh kesah dan ekspresi.

Hitam-Putih

Belum ada angka resmi, tapi kita bisa melihat di sekeliling bahwa terdapat orang-orang yang candu terhadap jejaring sosial. Jika melakukan sesuatu di dunia nyata, harus diinformasikan juga di dunia maya. “Lagi makan..lagi sedih..lagi hadiri nikahan..midterm gagal..putus..nyambung..” dan berbagai informasi random lain. Rentang waktunya pun dekat. Bahkan ada yang melakukannya dalam hitungan menit. Jika sebentar saja berhenti update status atau nge-tweet rasanya tidak enak. Tidak heran belakangan ini muncul istilah Facebook Addiction Disorder (FAD) dan Twitter Addictions, sebagai sebutan untuk kecanduan Facebook atau Twitter. Kecanduan ini sendiri dipandang cukup berbahaya karena bisa membuat korbannya melalaikan tanggung jawab pribadi dan sosial. Bahkan di beberapa kasus, pecandu sampai merasa bahwa kehidupan nyatanya adalah di dunia maya itu sendiri. 


Namun lebih dari itu semua, banyak juga orang yang memanfaatkan jaring sosial sebagai tempat berbagi ilmu, memasarkan produk bisnis, mempromosikan karya seni, hingga membagikan kata-kata motivasi. Bahkan seringkali, pergerakan-pergerakan sosial, seperti aksi tanggap bencana atau kegiatan sukarelawan, justru bermula dari status atau tweet.

Akhirnya, pilihan terletak di tangan kita. Gunakanlah jejaring sosial secara bijak. Jangan sampai ia justru membuat kita tidak mendapatkan apa-apa selain waktu yang hilang dan impian yang terbang. 

Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca. Salam :)

sumber gambar: behance.vo.llnwd.net

Sunday, December 9, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 10 comments

Kecantikan Hati



Cerita I

Suatu hari saya sakit. Badan panas, kepala pusing. Cuaca memang sedang tidak bersahabat. Awan sedang semangat-semangatnya melahirkan hujan. Angin pun bertiup kencang. Gawatnya lagi, hari itu saya memiliki jadwal mengajar les bahasa Inggris di sebuah SMP.

Pukul 13.30 WIB. Kepala saya masih berdenyut. Saya memutuskan untuk tidak mengajar dan mencari guru pengganti. Saya pun segera mengaduk daftar kontak di handphone, dan menghubungi beberapa teman. Sayangnya, semua jawaban yang muncul adalah maaf. Sebagian mereka telah memiliki jadwal mengajar, sebagian lain harus masuk kuliah. Sementara 30 menit lagi, les akan dimulai. Jika tidak mendapatkan pengganti, saya terpaksa masuk.

Saya kembali melihat daftar kontak. Tangan saya berhenti di sebuah nama. Dia harapan terakhir. Saya tidak punya nama lain yang bisa dijadikan guru pengganti. Mengajar tidak bisa sembarangan. Saya pun mem-forward SMS yang sebelumnya telah saya kirim ke teman-teman.

“Ada kegiatan apa? Bisa gantiin ngajar? Aku lagi kurang sehat.”

Dia membalas. Di baris awal, dia mengatakan sedang berada di ruang kuliah. Menunggu dosen masuk. Oh tidak! Saya harus mengajar sepertinya. Namun di baris akhir muncullah kalimat penyelamat itu:

“Tapi gak papa, kok. Kalau memang sakit, biar  aku yang gantikan.”

Cerita II

Di kantor bagian administrasi jurusan saya, terdapat kulkas pendingin yang berisi berbagai macam minuman untuk dijual. Ya, berhubung pihak fakultas sampai sekarang belum menyediakan kantin (karena kami baru pindah ke gedung baru), jadi pihak jurusan berinisiatif membuka kantin kecil-kecilan. Ya minimal tidak perlu repot keluar dari area kampus.

Suatu hari, saya bersama seorang teman, dimintai bantuan untuk membeli stok minuman dan snack: dua kotak jus buah, satu kotak air mineral dan sari kacang hijau, satu kotak mie seduh, dan beberapa jenis makanan ringan.


Belanja selesai. Selang 15 menit, kami tiba di pelataran kampus persis seperti sepasang suami-istri yang baru belanja bulanan. Kami pun berjalan diiringi tatapan heran para mahasiswa. Teman saya mengangkat sekotak air mineral, mie seduh, dan aneka snack. Sementara saya menggotong dua kotak jus buah dan sekotak sari kacang hijau. Kantor jurusan berada di lantai 2.

Di tangga, seperti diterpa angin surga, saya bertemu dengan seorang mahasiswi. Cantik. Adik letting. Terang saja saya senang, bukan hanya karena dia cantik, tapi saya bisa meminta bantuannya mengangkat kotak minuman! Walau hanya tiga kotak, saya yang jarang olahraga ini merasa perlu bantuan. Jika dia mengangkat satu kotak saja, akan sangat membantu.

“Dek, tolong abang bisa? Angkatin satu kotak ke atas.” Saya bertanya. Benar-benar tidak berniat menggoda atau bercanda. Keringat mengalir dari pelipis.

“Ih, sorry ya!” Dia menjawab.

“Aduh serius! Bisa?” Saya bertanya lagi.

“Sorry, bang!” 

Mendengar itu, saya pun langsung naik. Sakitnya, dia bukan sedang sibuk atau melakukan apapun. Dia hanya berdiri saja di situ. Entahlah, tapi saya merasa kecantikannya pudar begitu saja. Seperti disapu tsunami.

Kesan

Dua cerita di atas adalah tentang pengorbanan. Kebaikan hati. Ketulusan diri. Di cerita pertama, teman saya itu memiliki jadwal kuliah. Hari pun hujan. Tapi mendengar temannya sakit, dia rela mengorbankan waktu dan kepentingannya. Di cerita kedua. Mahasiswi yang cantik rupa itu, sekalipun dia mengetahui jelas bahwa dia bisa membantu, tapi dia tidak melakukannya.

Saya tidak ingin memvonis mereka dengan sebuah kejadian itu. Bisa jadi di cerita pertama, si teman selalu hadir di mata kuliah yang akan dia ikuti. Sehingga meninggalkannya sesekali bukan merupakan masalah baginya. Boleh jadi juga, di cerita kedua, mahasiswi tadi sedang menunggu seseorang dan tidak bisa beranjak dari tempatnya barang sesaat. Terdapat banyak kemungkinan. Tapi, pengorbanan tetap pengorbanan. Kebaikan tetap kebaikan. Ada kesan yang membekas di sana.

Hati dan Fisik

Dalam sebulan, rata-rata seorang perempuan atau laki-laki bisa menghabiskan uang hingga jutaan rupiah untuk perkara fisik. Menempa tubuh di gym. Pergi ke salon. Membeli make-up. Bahkan sebagian tak ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Semua itu dilakukan untuk terlihat tampan atau cantik. Terlihat sempurna secara fisik.


Namun kemudian bagaimana dengan perkara hati? Adakah setiap hari kita membeli “make-up” untuk hati? Berusaha menyehatkankannya dengan konsultasi ke “dokter”?

Di akhir zaman ini, hati memang cenderung terlupakan. Dianggap sebagai faktor kedua di bawah fisik. Maka tidak heran sering muncul: lelaki tampan tapi penghianat. Perempuan cantik tapi pendusta. Dan berbagai macam kombinasi buruk lainnya. 

Melatih Hati

Sedari sekarang, ada baiknya kita mulai memperbaiki hati. Menjadikannya cantik dan bersinar. Langkah awal yang bisa ditempuh adalah dengan dzikir. Mengingat Allah. Minta ampun kepada-Nya. Mohon bantuan-Nya untuk membersihkan hati kita. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Perlahan tapi pasti, mulailah berkorban untuk orang lain. Membantu saudara yang kesusahan. Melengkapi mereka yang kekurangan. Percayalah bahwa ketika hati baik, seluruh jasad ikut baik. Yakinlah orang akan lebih lama bertahan dengan seseorang yang memiliki hati baik ketimbang fisik yang baik tapi berhati buruk. Insya Allah.

Akhirnya, semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca. Saya tunggu komentarnya :)

sumber gambar: vi.sualize.us

Sunday, December 2, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 17 comments