Seakan Wajar



Sabtu malam, pukul 23.30 WIB. Saya bersama seorang teman baru selesai main Pro Evolution Soccer di rental Playstation kawasan Darussalam. Kami tidak langsung pulang ke rumah tapi “mencari angin” dulu ke arah kota.

Malam sudah cukup larut, namun jalanan belum sepi. Banyak muda-mudi yang masih berkeliaran. Sebagian dari mereka berkendara dengan pasangan, sebagian lain memilih nongkrong di kedai kopi atau gerobak burger yang buka hingga dini hari.

Setelah melaju di Jalan Tgk Daud Beureueh, berputar di depan Masjid Raya, dan berbelok ke Peunayong, kami memutuskan pulang.

Udara dingin menyusup ke dalam sweater. Jarum panjang telah melewati angka dua belas saat kami melaju di Jalan T. Nyak Arief, depan Kantor Gubernur Aceh. Hanya satu-dua kenderaan yang melintas. Jalanan mulai sepi. Namun perhatian kami sontak terenggut saat berpapasan dengan sepasang muda-mudi. Selain karena jam yang sudah sangat larut, ada sesuatu yang sangat mencolok di mata; gaya mereka berboncengan. Si lelaki membawa motor. Si perempuan yang dibonceng menaikkan kedua kakinya ke atas paha sang lelaki dan mengapitnya. Bisa dibayangkan? Canggihnya lagi, begitu kami mendahului mereka, pasangan itu tidak risih, tidak mengubah posisinya. Jika ingin berprasangka baik, mungkin mereka sedang ber-safety riding.

Teman saya yang mengajar di sebuah SMA di Banda Aceh juga memiliki pengalaman yang mirip. Suatu hari ia diundang untuk merayakan ulang tahun seorang murid di pantai. Sebagian undangan (yang juga siswa) membawa serta pacarnya. Mereka tidak ragu untuk berpegangan tangan. Membawa serta pasangannya mandi bersama. Tidak merasa segan sama sekali dengan keberadaan guru mereka di sana. Teman saya pun merasa bingung tentang apa yang harus ia lakukan. Jika melarang, ia takut ‘merusak’ suasana. Bila didiamkan juga bukan pilihan yang bijak. Akhirnya ia terpaksa harus memilih opsi kedua dan berjanji kepada diri sendiri untuk lebih memperbanyak materi tentang pergaulan yang Islami di kelas.

Filter

Kita hidup di masa ketika segala informasi disajikan. Kita menonton televisi, menikmati musik, dan membaca buku yang diciptakan oleh orang lain. Sialnya, tidak semua hal yang tersaji itu baik bagi budaya dan agama kita. Gawatnya lagi, gempuran arus informasi itu membuat segala hal terkesan wajar, seakan baik-baik saja jika dilakukan.

Pacaran hanyalah sebuah contoh sikap buruk yang telah dianggap wajar. Malah jika ada orang yang menghindarinya, ia akan diteriaki ‘munafik’ – walau tentu patut dipertanyakan: siapa yang sebenarnya munafik?

Yang patut kita waspadai adalah efek jangka panjang. Ambil contoh pacaran tadi. Sekarang pacaran biasa, pegangan tangan di depan umum wajar, mandi bersama di laut tidak apa. Maka bagaimana dengan standar kewajaran sepuluh tahun lagi?

Generasi muda adalah penerus bangsa. Suatu hari mereka akan memimpin bangsa ini. Melindungi mereka dari segala keburukan adalah tanggung jawab kita bersama. Membuat peraturan, teguran, atau larangan saja tidak cukup. Kita harus memberikan pemahaman. Jika tidak, peraturan hanya hadir untuk dilanggar – tanpa dipahami benar maksud yang terkandung di dalamnya.

Proses ini tidak mudah tentu saja. Harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan teman dekat. Namun, sepanjang kita berkomitmen, apa yang tidak mungkin?

Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca :)

Sunday, December 16, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 13 comments

Comments (13)

  1. sebuah fenomena...
    ini juga jd pembelajaran bagi ortu dan kita calon ortu

  2. best li ni....

  3. pencerahan kembali diangkat, semoga banyak pasangan muda-mudi yang berboncengan belum ada ingatan bisa membaca tulisan padat berisi ini. Setelah membaca segera sadari diri, dan perbaiki kekurangan yang ada. Ingatlah kita bahwa nanti akan ada generasi penerus yang membawa budaya sebelumnya.

    Terima kasih lagi Haekal untuk berbagai tulisan ini :)

  4. @anonymous1: semoga :)
    @anonymous2: alhamdulillah! thank ya :)
    @aulia: amiiin. insya Allah.
    makasih ya udah ngunjung & komen :)

  5. good one, sungguh berarti dex... love it ^_^

  6. wah wah wah, sudah saya duga, beliau(muhammad haekal)akan menjadi penulis best seller serta penulis yang karyanya akan sering terpampang di rumah rumah semua orang apalagi toko buku .. keep on writting bro ...

  7. @ummi: alhamdulillah. makasih kak :)
    @mahlizar: amiiin, insya Allah. makasih dukungannya bro:)

  8. nice, saya tunggu tulisan yg slanjutnya :)

  9. tulisannya kal kan...hmmm (jujur ga yaa, he) filosofis banget, kadang2 walo udah baca, masih teringat2, pengalaman betul jd pembelajaran, semoga jugag jd penulis yg berpengalaman :D, aseuli ^^b

  10. @juliannisa: wah, makasih kritikannya!
    amiiin :)

  11. ne asli sudut pandang yg keren bgt....

  12. @anonim: wah, alhamdulillah. makasih yaa :)

Leave a Reply