Archive for March 2013

Kuliah, Jurusan, dan Masa Depan


Ospek TEN tahun 2008

Sekarang berbagai Bimbingan Belajar (Bimbel) sedang heboh menawarkan program persiapan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013 untuk para calon mahasiswa. Jumlah kursi Perguruan Tinggi yang jauh lebih sedikit ketimbang para pendaftar membuat semua peserta harus berlomba-lomba memperoleh hasil yang terbaik demi mendapatkan tempat di kampus idaman.

Saya juga masih mengingat jelas saat dulu mengikuti SNMPTN pada tahun 2008. Karena tidak bisa fokus belajar di Bimbel – yang les di sana teman-teman saya semua dan pastinya kami malah bercanda – saya hanya membeli buku persiapan SNMPTN saja. Belajar di rumah. Itupun tidak begitu fokus. Ya gimana mau serius? Kan ceritanya baru tamat SMA, baru mendapatkan kebebasan pergi sana-sini. Jadilah sebelum SNMPTN, saya lebih banyak nongkrong ketimbang belajar.

Salah satu hal yang paling membingungkan saat SNMPTN adalah ketika memilih “jurusan”. Akan ada banyak sekali godaan, bisikan, bahkan paksaan yang menghampiri para calon mahasiswa. Pendapat orang tua, teman, dan diri sendiri seringkali berbeda-beda dan cenderung tidak dapat “disatu-suarakan”.

Orang Tua

Pertimbangan orang tua dalam memilih jurusan bagi anaknya biasanya terkait erat dengan masa depan atau dunia kerja. Orang tua akan berpikir dengan cermat dan bijak, “Kira-kira jika anakku kuliah di sini, dia bisa dapat kerja gak ya?” Maka tak heran, para orang tua senang sekali jika anaknya bisa melanjutkan pendidikan di tempat yang memiliki ikatan dinas seperti IPDN, Kepolisian, Telkom, atau di jurusan yang selalu dibutuhkan masyarakat seperti Pendidikan Dokter.


Sebagian orang tua lebih menyukai jika anaknya mengikuti jejak karier mereka. Orang tua yang berprofesi sebagai dokter, ingin anak mereka juga menjadi dokter. Orang tua yang berprofesi sebagai dosen Teknik, agak kurang rela jika anaknya mendaftar di Fakultas Ekonomi. (peace!).

Dua hal tersebutlah yang biasanya menjadi pertimbangan bagi orang tua. Walau tak sedikit juga yang memberikan kebebasan bagi anak mereka untuk memilih sesuai dengan hati nurani.

Teman

Selain juga dipengaruhi oleh orang tua, teman-teman kita tentu punya pendapat sendiri terkait pemilihan jurusan. Mereka bisa memilih dikarenakan minat atau bakat,rasa penasaran, bahkan gengsi. Bagi kita, sebenarnya itu tidak menjadi masalah. Namun adakalanya kita cenderung tertarik dengan jurusan yang dipilih oleh teman. Memang selalu menyenangkan bisa berkuliah bersama dengan teman-teman SMA, apalagi jika mereka tergolong teman akrab. Tapi yang perlu digaris-bawahi adalah: apakah jurusan yang diusulkan teman kepada kita benar-benar sesuai dengan minat dan bakat kita sendiri?

I Myself

Tahun 2008, saya galau dalam memilih jurusan. Saya pun mengikuti seleksi di IAIN Ar-Raniry dan juga Unsyiah. Siapa tahu ada yang gak lewat! Kan salah satunya bisa jadi cadangan!

Orang tua saya termasuk moderat. Mereka mempersilahkan saya memilih jurusan sendiri walau kejadiannya tidak mutlak demikian. Alhasil, di IAIN Ar-Raniry saya memilih Pendidikan Bahasa Inggris (PBI/TEN). Kenapa? Kakak sepupu saya yang bisik. Di Unsyiah saya memilih jurusan Ekonomi Manajemen (EKM). Kenapa? Saya penasaran aja. Soalnya ayah saya mengajar di sana. Dan saat pengumuman, tanpa disangka saya lulus dua-duanya. Selama tiga semester saya kuliah di dua tempat. Entah karena tidak benar-benar suka, saya memilih drop-out dari EKM dan melanjutkan di TEN. Walau sekarang, kalau dipikir-pikir, nyesal juga! Hahaha!


Akhirnya, saran saya, ada baiknya kalian mempertimbangkan pendapat orang tua dan sekaligus juga buka telinga lebar-lebar terhadap suara hati kalian sendiri. Orang tua, bagaimanapun memiliki pandangan yang jauh ke depan dan pastinya lebih bijak. Sementara anak SMA biasanya masih suka labil. (peace!). Walau seringnya mahasiswa akan tertekan jika kuliah di jurusan yang tidak ia sukai, tapi ada juga lho yang pertamanya gak suka dengan suatu jurusan, terus waktu udah masuk kuliah baru deh tergila-gila. Jatuh cinta kan gak mesti selalu di pandangan pertama? Hahaha.

Sekarang tanyakan kepada diri sendiri: aku hebat di bidang apa, aku sukanya masalah apa, aku keren gak? (bercanda!). Dengan menjawab pertanyaan itu (kecuali pertanyaan terakhir), sedikit-banyak kalian bisa mendapatkan gambaran tentang jurusan yang bisa kalian pilih. Kalau kata orang posisi menentukan prestasi, jurusan juga bisa menentukan masa depan :)

Semoga bermanfaat ya. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca.

Moga kalian lulus di jurusan idaman!

Salam Broken

Alumnus SMA 4 Banda Aceh
Lulus SNMPTN di EKM Unsyiah
Diwisuda di TEN IAIN Ar-Raniry

sumber gambar:
dok pribadi,

Monday, March 11, 2013 by Muhammad Haekal
Categories: 5 comments

Balada Kau



Kau tidak pernah pergi ke kantor. Kau di rumah saja. Ya, memang itulah kantormu.

Kau duduk. Menulis. Berjam-jam. Hingga kepalamu pusing. Ya, memang itulah pekerjaanmu.

Mereka bertanya, “Apa yang kau hasilkan? Apakah kau dibayar?”
Belum. Tulisanmu belum layak terbit. Kau mesti bersabar dan terus menulis.

Suatu hari, teman-temanmu lewat di depan rumah. Mereka memakai kemeja, dasi, dan celana kain. Oh, rapi sekali. Kau bertanya ke mana mereka hendak pergi. Mereka baru diterima kerja. Di sebuah perusahaan besar. Gajinya banyak. Lihatlah, bulan depan salah satu dari temanmu bahkan sudah bisa mengambil kredit mobil. Kau pun menunduk. Berjalan ke kamar. Membuka laptop. Microsoft Word. Dan kembali mengetik. Hei! Kau hebat!!

Di hari lain, salah seorang warga datang. Ia kembali bertanya apa kau sibuk. Kau mengangguk. Ia tak percaya. Kau memang hanya di rumah saja. Lalu dia memaksamu pergi. Menemaninya belanja ikan di pasar. di tengah jalan ia kembali bertanya, “Kau pengangguran ya?” kau menggeleng. Kau bilang dirimu penulis. Ia tertawa. Penulis itu bukan pekerjaan katanya. Kau diam saja. Ya, ia hanya belum mengerti.

Hari terus berganti. Jari-jarimu tak pernah berhenti. Rambutmu semakin panjang. Pikiranmu semakin bercabang. Halaman-halaman penuh. Kau tak lagi mengaduh. Kau telah terbiasa. Kau semakin perkasa. Tak peduli manusia berkata apa. Kau terus menulis. Kau tak pernah berhenti. Kau hebat sekali!

Sunday, March 10, 2013 by Muhammad Haekal
Categories: 3 comments

Instan



Jika ingin makan mie, sebagian besar dari kita tidak merasa ingin untuk repot-repot membeli tepung terigu dan telur untuk diadon menjadi mie, dan meracik merica, lada, cabai, garam, serta berbagai rempah lain untuk dijadikan bumbu. Cukup beli mie instan atau jika ingin yang lebih elegan, bisa pergi makan ke penjual-penjual mie terkenal yang terpencar di berbagai sudut kota.

Begitu juga jika ingin melahap makanan dengan saos. Jarang ada yang mau repot-repot memblender cabai dan tomat, lalu menumisnya dengan mentega. Cukup beli saos botolan yang tersedia dalam berbagai varian. Selesai.

Memang, manusia suka dengan yang instan.

Kebiasaan

Sialnya, sebagian dari kita menjadi terbiasa dengan hal yang instan. Tidak hanya makanan, hampir dalam seluruh aspek kehidupan manusia cenderung berharap dapat memperolehnya dengan cara mudah.

Ingin kaya raya. Gaji hanya bisa untuk hidup sederhana. Biar cepat terlaksana, ya korupsi.
Ingin kuliah di luar negeri. Tak bisa bahasa Inggris. Untuk tes TOEFL, ya sewa joki.

Instan.

Resep Kuno

Saya memiliki seorang teman yang skor TOEFL-nya hampir mencapai angka 600. Saat ditanya tipsnya, dia menjawab “belajar dan latihan”. Hanya itu.

Seorang teman lain, dalam usia mudanya (belum mencapai 25 tahun), sudah mampu membangun usaha dengan ratusan karyawan. Saat ditanya tipsnya, dia menjawab “berusaha dan berusaha”. Hanya itu. 

Belajar, berusaha, atau segala sesuatu yang termasuk dalam kata “proses”, adalah racikan resep yang umurnya sudah sangat tua. Bahkan saking kunonya, sebagian generasi sekarang justru tidak mempercayainya lagi. Mereka cenderung menyukai resep yang instan walau dengan risiko efek samping yang parah.

Kita harus menyadari bahwa kesuksesan adalah akumulasi dari tindakan positif yang dilakukan terus-menerus. Ia tidak mudah dan bahkan memakan waktu yang tidak singkat. Sekarang pertanyaannya adalah apakah kita benar-benar berkomitmen untuk itu?

Friday, March 8, 2013 by Muhammad Haekal
Categories: 6 comments