Nikah (lagi)


Pagi ini, saya, Muntasir, Rahmat, dan Fahrul, insya Allah akan pergi ke Sigli. Seorang teman kami menikah. Perempuan. Maka hari ini, 22 Juni 2013, resmi seorang lagi dara dari angkatan kami dipersunting orang. Mari menyanyikan Gugur Bunga. Eh?

Selain soal pekerjaan dan S2, pernikahan memang masih menjadi topik hangat di lingkungan pergaulan kami. Jika kami ngopi di hari Minggu – yang biasanya memakan waktu lebih lama dari hari lain, pernikahan adalah salah satu tema besar percakapan. Di awal-awal, kami meng-update berapa harga mahar terbaru. Kemudian berdebat tentang yang manakah lebih baik, nikah dengan dijodohkan atau diawali dengan hubungan sebelumnya. Lalu setelah lelah dengan fakta yang ‘ilmiah’, kami pun ganti membahas tentang mitos seputar pernikahan yang secara instan melebar ke perkara adat bahkan seringkali ranjang.

Setelah mengambil fakta, merebus, memasaknya, dan sedikit membumbuinya dengan mitos, kami sepakat bahwa umur terbaik untuk menikah bagi lelaki adalah usia 25 hingga 27 tahun. Bukan soal kumis yang sudah panjang, tapi pada rentang umur tersebut, secara fisik, seorang lelaki masih joss! Eh, bukan berarti umur yang lebih tua tidak berstamina, hanya saja mungkin tidak segarang rentang umur di atas! Hahaha! Pada usia tersebut pula, secara mental dan finansial insya Allah seorang lelaki sudah lebih siap.

Kami juga perlahan mulai yakin, bahwa terlepas dari berbagai alasan seseorang berumah tangga, salah satu tujuan paling mulianya adalah menyelamatkan iman. Jika tidak ingin kebablasan dengan diri sendiri atau orang lain, nafsu yang ada pada diri kita harus dikontrol. Pernikahan adalah jalan terbaiknya. Memang terasa naïf, tapi coba pikir apa jalan terbaik lain untuk perkara itu – terlebih bagi muslim? Apakah dengan beraksi di kamar mandi? No! #teriak

Namun terlepas dari apapun, pernikahan juga bukan hal yang sederhana. Diperlukan persiapan yang matang dan cadas. Seorang suami misalnya, selain telah siap fisik dan mental, alangkah lebih baiknya jika ia memiliki pengetahuan dasar masalah fikih, lancar + benar dalam mengaji, dan tak ragu menjadi imam shalat. Bagaimanapun juga, ketika istri tidak paham terhadap suatu hal, suamilah yang wajib membimbingnya. Dan jika kita merasa belum cukup baik dalam hal tersebut, ada baiknya mulai belajar dari sekarang.

Akhirnya, saya mau siap-siap berangkat. Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca :)

NB. Saya bertemu dengan seorang senior, ia bertanya mengapa saya sekarang sudah jarang menulis, baik di blog dan media massa. Saya bilang karena alasan kurangnya waktu luang. Lalu dengan sedikit berteriak, dia bilang, “Bukannya dulu kamu yang nulis soal waktu luang itu tak ada, yang ada hanya meluangkan waktu?” Saya mengangguk. Iya juga ya. Terlepas dari betapa sibuknya seseorang, ketika ia berniat mengerjakan sesuatu, insya Allah dia akan memiliki waktu untuk itu. Makasih bang udah ngingatin!

Friday, June 21, 2013 by Muhammad Haekal
Categories: Leave a comment

Leave a Reply