Bendera


Menjelang 17 Agustus, salah satu tradisi di rumah saya adalah mencari bendera. Entah bagaimana kami terlalu sembrono dalam menyimpannya. Ketika perlu, tak tahu lagi ia berada di mana.

Yang paling marah dengan kejadian ini adalah Ayah. Bagaimana tidak, saban tahun ia harus mengeluarkan uang untuk membeli bendera. Dipakai pun hanya beberapa hari saja. Sementara yang paling sibuk adalah Mamak. Layaknya detektif, ia menyisir seluruh isi rumah. Dua anggota keluarga lain yang paling santai adalah saya dan adik. Bukan apa-apa, kami telah memiliki tugas sendiri. Saya bertugas mengibarkan bendera – jika nanti sudah ditemukan atau dibeli baru, dan adik saya bertugas melihatnya – nanti ketika badannya sudah cukup tinggi, ia yang akan menggantikan posisi saya.

Lagi dan Lagi

Agustus memang masih beberapa bulan lagi. Saya hanya tiba-tiba terpikir tentang bendera ketika sedang mengajar bahasa Inggris. Apa hubungannya?

Saban kali memulai kelas baru, saya selalu menemukan persoalan yang sama: peserta didik lupa cara berkomunikasi dengan benar. Pola kalimat yang mereka susun amburadul. Sebabnya, mereka gagal dalam menggunakan ramuan grammar paling dasar: simple present tense.

Seperti halnya keluarga kami yang selalu kehilangan bendera setiap tahun, mungkin mereka juga lupa meletakkan ilmu present tense ini di otak bagian mana. Sehingga ketika diperlukan, hal itu sulit sekali ditemukan. Akhirnya, jika kami terpaksa membeli bendera baru setiap tahun, mereka juga harus mengulang lagi materi yang sama setiap semester.

Padahal, setiap peserta didik (umur mereka 20 tahun) mengaku telah belajar bahasa Inggris sejak SMP. Jadi rata-rata mereka telah belajar bahasa asing ini selama enam tahun. Dan selalu saja, tidak pernah tidak, simple present tense pasti dibahas di sekolah. Pasti. Seperti pastinya kita meminum air setelah makan nasi. Maka ketika peserta tidak memahami sesuatu setelah bertahun-tahun mempelajarinya, sepertinya ada yang tidak benar. Apakah dulu ketika masih sekolah mereka melamunkan cinta monyet saat guru sedang mengajar? Apakah mereka memang tidak menyukai bahasa Inggris sehingga otaknya jadi otomatis menutup ketika belajar? Ataukah mereka hanya pura-pura tidak bisa karena memegang prinsip low profile dalam kehidupannya? Entahlah. Yang pasti sekarang mereka kembali berada di kelas bahasa Inggris untuk menemukan sesuatu yang sama.

Saya menulis ini karena prihatin. Waktu terus berlalu dan tidak baik jika kita terus berkutat di hal yang itu-itu saja. Mungkin untuk maksud memperkuat boleh, tapi jika tujuannya adalah memulai sesuatu dari awal (lagi dan lagi), saya rasa hal ini tidak bisa terus-menerus kita lakukan. Waktu akan terbuang. Ini berlaku untuk hal apapun, tidak hanya belajar bahasa Inggris.

Jadi alangkah baiknya jika sekarang kita memperlakukan sesuatu secara benar. Mulai dari niat, cara mendapatkan, pengamalan, hingga metode penyimpanan, semua harus diperhatikan. Sebagai informasi, tadi pagi saya melihat bendera telah dilipat rapi di dalam lemari baju saya. Sepertinya tahun ini kami tidak perlu membeli bendera baru lagi :D


Semoga bermanfaat. Insya Allah. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkunjung :)

Wednesday, March 12, 2014 by Muhammad Haekal
Categories: 10 comments

Comments (10)

  1. Haha... Super sekali...
    Melakukan hal yg itu2 saja sangatlah membosankan. sebuah pencerahan karl.
    Nice post!

  2. Mantaap.....nice post

    *perbaiki niat and fokus

  3. @lintasanpenaku: hahaha. betol bang! thanks :D
    alhamdulillah.

    @yotsuba: sip. alhamdulillah.
    qe fokus teros ya skripsinya!
    :D

  4. tak kira pertama apaa hubunganna bendera sama grammar. hehe.. :)

  5. alhamdulillah.
    thanks fri :)

  6. merasa tertohok..hahahaha

    #balasankunjungan :D

  7. bang, tama nunggu2 tulisan abg ni

  8. @langitsenja:
    hahahaha. selamat ditohok :D

    @putra: sipp :D

    thanks :)

Leave a Reply