Archive for April 2016

Silver Linings Playbook



Film ini berkisah tentang dua orang yang hancur dan kemudian saling memperbaiki kehidupan masing-masing.

Pat Solatano (Bradley Cooper) suatu hari pulang ke rumah dan menemukan istrinya sedang berselingkuh di kamar mandi sambil memutar lagu pernikahan mereka. Pat pitam. Dia menghajar lelaki penyelingkuh itu walau tidak sampai tewas. Akibatnya, delapan bulan kehidupannya harus dia habiskan di rumah rehabilitasi. Keluar dari sana setelah dijamin ibunya, dia belum bisa menghilangkan lagu pernikahan pembawa trauma itu dari kepalanya. Emosinya labil. Pat masih memakai cincin kawinnya dan menganggap perempuan itu masih mencintainya. Dia selalu mencari kesempatan menghubungi mantan istrinya kembali. Oleh karenanya, dia masih diharuskan mengonsumsi obat dan berkonsultasi dengan psikiater.

Sementara itu, Tiffany (Jennifer Lawrence) mulai depresi ketika suaminya meninggal dunia. Ia melampiaskan emosinya dengan mengajak bercinta hampir seluruh karyawan di kantornya, lelaki dan perempuan. Suasana di kantornya mulai aneh. Setelah mendapatkan informasi, pimpinan memanggilnya ke kantor dan memecatnya. Kehidupan Tiffany selanjutnya masih berkutat dengan pelampiasan seksualnya hingga dia cukup terkenal sebagai perempuan binal.

Mereka berdua tidak sengaja bertemu ketika Pat dengan enggan memenuhi undangan temannya untuk makan malam. Tiffany turut hadir karena diundang oleh kakaknya yang merupakan istri dari teman Pat. Ketidakstabilan emosi membuat Tiffany mendadak pulang setelah cekcok dengan kakaknya. Dia meminta Pat mengantarnya. Pertemuan pertama tersebut tidak berakhir baik ketika Tiffany mengajak Pat bercinta setelah tiba di rumahnya. Pat menolak. Dalam keadaan jiwanya yang labil, Tiffany menangis di pelukan Pat dan kemudian secara mengejutkan menamparnya. Pat pulang dalam keadaan bingung.

Esoknya mereka kembali bertemu. Hubungan keduanya semakin akrab ketika Tiffany berjanji membantu Pat untuk memberikan surat kepada mantan istrinya. Sebagai balasannya, Pat bersedia menjadi pasangan duet Tiffany dalam kompetisi dansa. Mereka pun berkomitmen latihan. Kehidupan selanjutnya menjadi keajaiban bagi keduanya.

***

Kehidupan terkadang aneh. Ada waktu ketika orang yang terluka justru membutuhkan orang terluka lain agar sembuh. Salah satu kekuatannya barangkali karena sedang berada di putaran nasib yang sama. Lebih paham sakitnya karena sama-sama sedang terluka. Saya jadi teringat jika belum selesai mengerjakan tugas misalnya, saya cenderung mencari teman yang juga belum. Ada dukungan moral yang absurd di akal tapi nyata di hati. Paling tidak ada perasaan bahwa saya tidak sendiri []

Gambar: Netflix

Saturday, April 30, 2016 by Muhammad Haekal
Categories: , Leave a comment

Trauma?


Setelah membaca sebuah jurnal yang ditulis oleh Inman (2013), saya memahami sekilas bahwa ada hubungan yang intim antara sejarah hidup atau masa lalu seorang pemimpin dengan gaya dan kemampuannya dalam memimpin. Seseorang yang memiliki pengalaman kelam atau pernah dipimpin oleh seseorang yang otoriter dapat diasumsikan membawa serta hal-hal tersebut ketika dia dalam posisi memimpin, begitu pun sebaliknya.

Hubungan antara masa lalu dan sekarang tersebut membuat saya teringat tentang sebuah trauma yang saya alami, jauh ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Di masa tersebut, adalah sebuah kewajaran ketika setiap anak memiliki ejekan tersendiri. Ada seorang teman yang dipanggil "akuarium" karena memiliki badan lebar dan pipi tembam yang menyerupai kotak kaca. Ada yang dikutuk dengan ejekan "muka tipis" karena memiliki kulit wajah dipersepsikan begitu tipis. Saya sendiri dipanggil "jengkol", "pete", dan menjelang akhir masa sekolah, muncul ejekan baru: "Julia".

Saya tidak tahu dari mana teman-teman punya inspirasi menggunakan dua jenis tumbuhan tersebut sebagai ejekan. Seingat saya, itu bukan karena bau saya identik dengan keduanya. Sampai sekarang pun setelah coba-coba mengingat, saya tidak menemukan jawabannya. Sementara ejekan ketiga berasal dari nama seorang perempuan yang disukai teman saya. Dia menitipkan surat kepada saya agar diserahkan kepada Julia. Sialnya ketika saya melaksanakan misi tersebut, beberapa teman lain memergoki saya. Mereka mana peduli surat itu milik siapa. Yang mereka lihat dengan mata dan kepala adalah saya yang memberikannya. Mulai hari itu, resmilah saya dipanggil "Julia".

Anak-anak bisa juga berlebihan. Ada periode ketika hampir setiap hari saya diejek dengan ketiga sebutan itu. Jika sudah mulai, berhentinya bisa berjam-jam. Kalau sedang tidak kuat, saya menangis agar semuanya berhenti. Saya ingat periode ketika kejadian tersebut berlangsung hampir saban pagi. Saya pun sengaja datang pukul 07.30 WIB agar beberapa teman yang melakukan itu tidak punya waktu mengganggu saya (karena bel masuk kelas sudah berbunyi).

Ada beberapa hal yang melekat terus di pikiran saya terkait pengalaman itu. Pertama, jenis kejadiannya (ejek-mengejek). Kedua, wajah-wajah pelakunya. Ada satu hal lagi yang menjadi reaksi alam bawah sadar saya: menjauhi orang-orang itu. Tentu sekarang saya telah memaafkan momen kanak-kanak itu, tapi rekamannya tidak bisa saya hentikan khususnya ketika saya dalam periode hidup selanjutnya, mengalami kejadian yang sama.

Saya masih ingat ketika kuliah saya pernah begitu dekat dengan seorang teman. Entah hantu apa yang masuk ke dalam pikirannya ketika datang kegemarannya mengolok-ngolok persoalan mantan selama berjam-jam di kedai kopi. Di depan orang-orang. Hampir setiap hari. Saya pun memilih membuat jarak. Tetap berteman, tapi lebih berhati-hati. Tidak terlalu terbuka lagi seperti dulu.

Pengalaman tersebut menjadikan saya lebih sensitif dalam berinteraksi dengan orang lain. Karena pernah di-bully, saya sangat tahu bahwa aksi tersebut sangat tidak enak jika dialami siapapun dan oleh karenanya, saya sebisa mungkin menghindari melakukannya. Sampai sekarang, saya masih merespon candaan (berlebihan atau bahkan tidak) dengan membuat jarak. Ada perasaan tidak nyaman besar yang tidak dapat saya kalahkan. Kadang-kadang saya berpikir, apakah respons saya ini salah? []

Friday, April 29, 2016 by Muhammad Haekal
Categories: Leave a comment