Hujan dan Rindu

 
Setiap hal diciptakan berpasang-pasangan, seperti hujan dan rindu.

Saya mencintai hujan dengan sebal. Oksimoron tersebut tercipta karena hujan kerap membangkitkan memori. Sayangnya beberapa sulit untuk dialami lagi.

Dulu ketika masih Sekolah Dasar, di sore hari saya kerap jalan-jalan bersama ayah dan mamak naik Honda Prima. Jika hujan turun, ayah memakai mantel. Jubah bagian depan akan dihamparkan ke bagian stang depan (saya duduk di depan) dan yang belakang akan melindungi mamak. Saya masih ingat di suatu sore ketika hujan turun deras, saya memaksa untuk dibawa keliling kota. Pertama orang tua saya menolak tetapi karena saya terus menangis, akhirnya kami pergi. Di tengah jalan, entah karena licin, kaki ayah terpeleset dari pijakan motor yang mengakibatkan kuku jempol kakinya tanggal. Saya masih merasa bersalah ketika mengingat itu.

Jika saya bangun tidur ketika hujan turun, ada perasaan hangat karena saya tahu kemungkinan besar semua orang ada di rumah. Hal menyenangkan lain adalah adanya pisang goreng, tape goreng, keripik sukun goreng, atau apapun yang nikmat disantap ketika hujan di atas meja. Biasanya semua anggota keluarga berkumpul di depan televisi. Sesuatu yang entah kapan bisa saya alami lagi.

Di titik tertentu, hujan dengan rintik melankolisnya membuat saya ingin kembali menjadi anak kecil. Di rumah saja bersama orang tua. Atau jalan-jalan keliling kota dipayungi mantel bersama mereka. Jika mengingat itu semua, saya mendadak benci menjadi dewasa.

Tuesday, May 24, 2016 by Muhammad Haekal
Categories: 4 comments

Comments (4)

  1. hujan itu punya makna, misalnya dikira di luar suara hujan jatuh menghujam genting ternyata hanya suara ibu menggorengkan ikan di dapur.

  2. Bersyukur saya mendarat selamat di alamat ini...
    Hujan itu resmi dari Allah, aman sampai di pikiran dan tepat sampai di kenangan

    Salam kenal. Tulisan yang baik, simple, dan ramah lingkungan.

  3. Alhamdulillah. Terima kasih kunjungannya.

Leave a Reply