Pendidikan

 
Pendidikan menyediakan ragam kacamata untuk melihat berbagai fenomena, terutama kebodohan saya sendiri. Ia membuat saya tahu bahwa dunia terdiri dari ragam kemungkinan, perspektif, sudut pandang, logika berpikir, dan keputusan. Saya boleh punya pendirian, memilih sebuah sisi dan menafikan sisi yang lain, tapi saya juga harus punya rasa hormat bahwa setiap orang dalam proses memilih tersebut punya dasar dan alur berpikir yang unik.

Pendidikan bukan hanya mengacu kepada gedung sekolah, universitas, atau segala hal yang berkiblat pada formalitas kapitalis. Pendidikan bagi saya berarti sebuah tindakan yang dengan melakukannya seorang manusia dapat menjadi lebih dekat dengan kemanusiaannya sendiri: memiliki akal dan budi. Oleh karenanya, saya termasuk yang tidak setuju jika seseorang dinilai dari ijazahnya, atau ijazah itu sendiri dianggap sebagai manifestasi dari pendidikan. Manusia tidak serta merta berpendidikan karena masuk gedung sekolah atau kuliah, bisa jadi sebaliknya. Sistem inilah yang tidak saya sukai pada dunia yang kita tinggali sekarang ini. Ketika ijazah dijadikan representasi dari strata manusia, orang-orang berbondong-bondong sekolah agar memiliki label pintar. Ketika mayoritas perusahaan menjadikan ijazah sebagai formalitas melamar pekerjaan, terbukalah pintu bagi orang-orang nakal untuk menciptakan 'pabrik-pabrik' ijazah yang memproduksi apapun selain pendidikan itu sendiri. Jika ijazah adalah representasi tunggal dari pendidikan, mengapa sebagian dari kita justru bekerja di bidang ilmu yang sama sekali berbeda dengan titel yang tertulis di kertas tersebut?

Kita barangkali sedang hidup di masa suram, ketika sistem memaksa orang menjual sawah dan ladangnya hanya untuk bisa sekolah atau kuliah. Memeras kantung negara agar anak-anak negerinya bisa mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Mengenai hal ini, saya masih bertanya-tanya, dengan apa yang saya jalani sekarang, kenapa biaya pendidikan begitu gila hanya untuk menyediakan beberapa saran gaya belajar, bahan bacaan, dan latihan? Mengapa pula dengan biaya sebesar itu, dengan banyaknya lulusan yang lahir, kehidupan manusia semakin hari tambah sulit, dunia semakin tidak harmonis? Adakah yang salah dengan definisi pendidikan yang kita pegang selama ini?

Bagi saya, Hari Pendidikan Nasional ini mengingatkan dua hal. Pertama, saya bersyukur masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk belajar, bercinta dengan buku, dan merasakan sakit kepala karena seringkali masih sulit mencerna pengetahuan. Nikmat Tuhan mana lagi yang saya dustakan? Kedua, selama kebodohan, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan masih wujud di kehidupan ini, kita masih belum selesai dengan proses "pendidikan" ini, jauh dari selesai. Selamat belajar, kawan!

Sunday, May 1, 2016 by Muhammad Haekal
Categories: , 2 comments

Comments (2)

  1. Momen yg tepat menulis ttg pendidikan :)

  2. Terima kasih, Isni :)

Leave a Reply