Archive for May 2012

Lidah Pena


Di depan deretan gunung yang entah apa namanya,
aku merindukan orang-orang berlidah pena
dan sampai berjumpa lagi di Banda
semoga nyawa kita cukup hingga waktunya.
Insya Allah

Sunday, May 13, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 3 comments

Tips Sebelum Berangkat KPM

Serah-terima di Kantor Camat Bener Kelipah

IAIN Ar-Raniry insya Allah akan memberangkatkan mahasiswanya dalam program Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) gelombang II 14 Mei 2012. Pidie dan Aceh Jaya adalah dua daerah tujuan. 

Walau KPM tidak menghabiskan waktu lama, 45 hari, tapi kita tentu harus mempersiapkan bekal sebijak mungkin. Selain dalam hal akademis, hal-hal non akademis perlu mendapat perhatian. Jangan kamus bahasa Inggris aja yang dibawa, tapi sabun mandi tinggal. Hehe. 

Kemungkinan besar, panitia KPM akan menempatkan kita di daerah pelosok. Daerah yang masih membutuhkan semangat dan ide-ide segar mahasiswa. Kita tentu belum mengetahui di mana letak pasar, warung, dan tempat-tempat lain yang kita perlukan. Jadi biasanya dalam jangka tiga hari sejak tiba, kita masih bingung. Putar sana, putar sini. Bolehlah kalau ada kenderaan, nah kalau tidak ada? Berikut beberapa hal yang perlu kita siapkan sebelum berangkat (kalau ada yang kurang, tambahin yaa, hehe).

Pakaian

Semua pasti sudah tahu. Tidak mungkin kita tidak membawa stok baju ke daerah KPM. Namun yang perlu diperhatikan adalah mengenai acara-acara yang mungkin akan kita ikuti di sana. Menurut pengalaman, mahasiswa KPM hampir selalu diajak masyarakat untuk menghadiri seremonial semisal pernikahan, akikah, atau kenduri-kenduri lain. Sebagai mahasiswa dari IAIN, masyarakat juga sering memberi kehormatan semisal menjadi imam shalat, khatib, tengku di wirid yasin, atau adakalanya tiba-tiba menyuruh mahasiswa memberikan tausiyah. Jadi, tidak mungkin kan kita memberikan tausiyah dengan baju kaos? Hehe. Jadi simpelnya, pakaian bisa dibagi menjadi dua: santai dan resmi. Bawalah boxer dan kaos sebanyak yang kita suka. Tapi jangan lupa juga bawa batik atau koko untuk jaga-jaga.


Mengenai mencuci, saran saya cucilah pakaian kapanpun sempat. Jangan biarkan pakaian kotor menumpuk. Selain kita juga bisa menghemat tenaga dan waktu, insya Allah pakaian kita akan selalu ready stock. Bagaimana pun kita sedang berada di kampung orang. Kalau di rumah sendiri bolehlah kita bersemedi berjam-jam di kamar mandi, nah kalau di rumah orang? Hehe.

Sebagai tambahan, bawalah selimut bila diperlukan. Dan terakhir, jangan lupa bawa handuk! Kecuali bagi yang sudah terbiasa join! Hehe.

Obat-obatan

Mungkin kita akan ditempatkan di daerah yang berbeda iklim. Biasanya selalu berkeringat sepanjang hari, eh dilempar ke daerah yang dinginnya setengah mati. Belum lagi persoalan beda makanan dan air (yang di beberapa tempat) tidak bersih. Perut akan shock. Kalau sudah begitu, mulai deh bersin-bersin, perut berdisko (hahaha), kulit gatal-gatal, kepala pening, dan sakit hati (hahaha).

Adalah bijak untuk mempersiapkan obat-obatan sebelum berangkat. Yang ringan-ringan saja, seperti obat flu, diare, dan sakit kepala. Bawalah dalam jumlah yang lebih dari cukup, maksudnya jangan pas-pasan. Siapa tahu nanti teman kita satu kelompok ada yang memerlukan.   

Lain-lain

Tentunya di sana kita mandi (ya iyalah! Hehe). Soal sabun, ada baiknya membawa yang cair. Jadi kalau nanti dipakai bersama, akan tetap higienis. Bawalah yang ukuran besar. Jadi kita tidak repot bolak-balik ke pasar. Shampoo dan pasta gigi juga jangan sampai lupa dimasukkan ke ransel.

Terkait pengabdian, yang paling populer dan sering dilakukan tentulah mengajar. Jika memang dirasa perlu membawa bahan, bawalah saat berangkat. Di sebagian daerah, alat tulis kantor sangat sulit untuk diperoleh.

Selamat Mengabdi!

Selamat jalan! Baik-baiklah dengan rekan satu kelompok. Di daerah nanti, mereka lah saudara kita. Akrablah dengan induk semang karena di sana mereka lah orang tua kita. Dan bersikaplah yang baik dengan masyarakat karena bersama dan kepada mereka lah kita mengabdikan diri.

Banyak-banyaklah bersujud kepada Allah. Dialah yang menggenggam setiap sel di dalam tubuh kita. Dia juga yang mengatur segala sesuatu. Insya Allah semuanya akan baik.

Sebisa mungkin, hindarilah sikap negatif. Misal, jangan sampai menulis ‘mau pulang…’ di Facebook. Kalau sudah tinggal beberapa hari lagi bolehlah. Yaa, siapa yang tidak merindukan kampung halaman? Tapi dengan bersikap manja, kita hanya menyiksa diri sendiri. Mungkin kondisi di daerah nanti akan sangat berbeda dengan apa yang biasa kita jalani, tapi nikmatilah. Dan percayalah, akan ada saja sesuatu yang menarik di sana insya Allah.

Sering-seringlah menghubungi orang tua, sanak-saudara, dan teman-teman. Ya paling tidak, itu bisa sedikit mengobati kerinduan dan memberikan semacam motivasi untuk terus bertahan.

Selamat mengabdi, bro & sista!

Dan akhirnya, inilah sedikit saran dari saya, semoga bermanfaat. Saya mendoakan semoga kegiatan kawan-kawan di daerah nanti bisa bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan pribadi kalian. Baik-baik di sana, sampai ketemu lagi! Insya Allah. Salam.



sumber gambar obat-obatan:
adultmeducation.com

Saturday, May 12, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 2 comments

Buku, Terbit!


Wah! Terbit! Alhamdulillah!

Walau bagaimana pun, impian setiap penulis adalah karyanya diterbitkan, kerja kerasnya bisa dinikmati banyak orang.

Tahun 2007, saat itu saya masih SMA, beberapa teman mengajak saya bergabung dalam proyek buku 'Santeut' (dalam bahasa Aceh berarti sejajar). Sebuah buku yang membahas tentang gender dalam perspektif pelajar. Saat itu, saya menulis tentang waria di Aceh dengan judul Antara Aku, Dia, dan Mereka. Dan alhamdulillah itulah kali pertama tulisan saja dibukukan (bersama dengan 16 pelajar lain).


Tahun 2008, saya mengikuti pelatihan menulis 'Seuramoe Teumuleh'. Di masa akhir program, kami disuruh untuk membuat tulisan. Saya menulis Din Bilang, Ponaryo dan Gerrard itu Sama. Itulah buku kedua saya yang diberi judul Tolong Beri Judul, dan masih berupa antologi (kumpulan karya tulis beberapa orang).


Setelah itu, saya seperti mati. Tak ada karya lain berupa buku. Entah ke mana saya hilang, entah apa yang saya lakukan. Hingga kemudian saya kembali membangun puing-puing kekuatan dengan menulis opini, cerpen, atau puisi ke media. Alhamdulillah beberapa tulisan saya terbit. Walau bukan merupakan sebuah hal yang luar biasa, dari situ saya merasa bahwa saya masih ada.

Tahun 2012, tanpa saya sadari, sebuah proyek santai komik bersama Hasbiallah Yusuf (saya sebagai penulis naskah), ditawar untuk diterbitkan oleh Bukune. Kami tentu senang. Buku yang berjudul Ngomik Attack!!! pun sekarang sudah beredar di pasaran.

Saya menyadari bahwa dalam beberapa hal, terbitnya tulisan itu berbahaya: penulis bisa kesenangan lalu berhenti berkarya saking girangnya. Saya tidak mau seperti itu. Saya harus terus menulis. Jika ada penerbit yang menerbitkan, saya bersyukur. Jika tidak, ya tidak apa. Penulis menulis bukan untuk diterbitkan. Penulis menulis ya hanya kerena dia menganggap itu penting dan bisa membuatnya senang (walau tentu akan lebih senang kalau karyanya bisa terbit, hehe - amin. insya Allah).


sumber gambar:
ngomik.com
putusnyambung.wordpress.com
saripurnawan.blogspot.com 

Tuesday, May 8, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 3 comments

Rumah


Di mana pun berada
Sekalipun dalam surga dunia
Selalu hati berhasrat ingin kembali
Ke rumah.

pic: vi.sualize.us

Monday, May 7, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: Leave a comment

KPM-PAR, Bener Meriah (Bagian III – Ngutip Kopi)


Sabtu (28/04) pagi, pak keuchik Bener Kelipah Utara (BKU), Kawasima, mengajak kami ke kebun kopi untuk membantu ngutip (memanen kopi). Kami tentu sangat senang. Sudah lama kami menunggu kesempatan ini. Teman-teman dari kelompok KPM desa lain sudah duluan melakukannya. Mendengar pengalaman mereka, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak merindukan kegiatan ini, apalagi musim panen hampir habis.

Kami berangkat berenam: saya, tiga orang teman KPM, Pak Kawasima, dan saudari beliau. Setengah perjalanan dari kampung BKU ke kebun yang terletak di jalan menuju kawasan Rambung, kami tempuh dengan sepeda motor. Jalan tidak beraspal. Kerikil-kerikil saling bergesek saat kami melintas. Debu-debu juga berterbangan. Sementara di kiri-kanan tampak pohon kopi yang berjejer rapi.


Tiba di komplek kebun, saya harus mengendarai sepeda motor sendiri sementara teman lain berjalan kaki. Jalanan setapak terlalu curam, licin, dan ukurannya hanya muat untuk sebuah sepeda motor. Saya kasihan juga dengan sepeda motornya. Biasanya, Pak Kawasima membawa Honda CB ke kebun, tapi karena bannya bocor, jadi terpaksa sepeda motor bebek yang dipilih. Mayoritas penduduk di sini memang menggunakan sepeda motor besar. Dan saya perhatikan, sepeda motor yang paling banyak digunakan adalah Honda GL-Pro. Mungkin karena tenaganya besar dan harganya yang cukup terjangkau saat ini.


Pekebun di sini tidak hanya menanam kopi di tempat yang datar, tapi di tanah yang miring dan bergelombang. Jadi sejauh mata memandang, pohon kopi menyelimuti deretan bukit. Beberapa pohon petai cina juga terlihat menyembul di sela-sela pohon kopi. Menurut penuturan beberapa pekebun, pohon kopi tidak bisa menerima terpaan sinar matahari langsung. Jadi petai cina dengan rimbunannya sangat membantu menguraikan sinar matahari.


Di sebuah titik di kebun, kami berhenti. Sepeda motor harus diparkir. Jalan setapak di depan terlalu curam. Kami harus melanjutkan perjalanan dengan kaki. Tapi menurut Pak Kawasima, saat puncak masa panen, dia ikut membawa Honda CB-nya ke atas. Bahkan ketika turun, dia juga tidak ragu mengendarai sepeda motornya itu lengkap dengan bawaan berupa satu karung buah kopi seberat sekitar 100 kilogram. Mantap! Hehe.

Pak Kawasima
Sekira pukul 08.00 WIB kami tiba di kebun Pak Kawasima. Sinar matahari sudah mulai tinggi. Udara dingin bertiup pelan. Kami berjalan ke sebuah pondok dan meletakkan segala bekal di sana. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kebun sekitar 45 menit. Jaraknya tidak jauh sebenarnya, hanya medannya yang lumayan berat. Teman saya saja sempat terguling saat menuruni bukit. Terang saja, dia memakai sandal yang tidak sesuai dengan medan. Jatuh, deh. Hehe.

Setelah mengobrol sebentar, Pak Kawasima mempersilahkan kami mengikuti saudarinya ngutip. Saudari beliau sedang ngongkos di kebun Pak Kawasima. Ngongkos adalah membantu memanen kopi di kebun orang lain. Saat panen, para pekebun memerlukan jasa pengongkos untuk ngutip kopi yang jumlahnya melimpah. Bayangkan saja, 1 hektare kebun kopi yang produktif bisa menghasilkan 1,5 ton buah kopi dalam sekali panen. Terakhir saya tanya, upah ngongkos per kaleng kopi adalah sebesar Rp. 16 ribu. Biasanya dalam sehari, pengongkos profesional bisa memanen hingga 10 kaleng kopi (sekitar 100 kilogram). Mantap!



Ngutip pun dimulai. Masing-masing kami diberikan semacam tas selempang berbahan goni plastik. Instruksi ngutip tidak macam-macam: petik saja yang merah, biarkan buah kopi yang masih muda berkembang untuk waktu panen berikutnya. Pohon kopi bertekstur keras dan kuat. Cabang-cabangnya menjulang panjang ke samping. Pemetik tidak perlu kuatir cabang kopi patah saat ditarik. Hal ini tentunya cukup menguntungkan saat pekebun memetik kopi di lahan yang miring. Mereka bisa berpengangan di dahan kopi tanpa takut jatuh. Subhanallah. 


Biasanya, dalam sebulan, pekebun memanen kopi sebanyak dua kali. Masa panen sendiri berlangsung selama sembilan bulan: September hingga Mei. Jadi kami sekarang sedang berada di penghujung musim panen. Tidak heran, buah kopi tidak sebanyak di masa-masa awal panen. Bahkan beberapa pohon sudah mulai terlihat berbunga. Karena Bener Meriah bersuhu dingin, mayoritas jenis kopi yang ditanam di sini adalah arabika. Di wilayah yang bercuaca lebih panas, baru dapat ditemukan pekebun yang menanam robusta.

Saudari Pak Kawasima
Pekebun sendiri menjual hasil panen dalam berbagai bentuk. Ada yang langsung menjual buah kopi segar (atau disebut gelondongan), biji yang telah dijemur dan siap giling, ada pula yang menjual bubuk kopi siap minum. Kebanyakan pekebun saya perhatikan menjual biji kopi yang siap giling. Harga buah segar, terakhir saya tanya, Rp. 80 ribu per kaleng (sekitar 10 kilogram). Biji kopi siap giling Rp. 40 ribu per kilogram. Dan bubuk kopi siap minum Rp. 50 ribu per kilogram. Bayangkan saja jika petani memiliki 1 hektare saja kebun kopi yang produktif. Mereka dapat menghasilkan 1,5 ton buah kopi sekali panen. Berapa pendapatan mereka? Hehe.


Ngutip memang cukup melelahkan, tapi saya cukup dimanjakan dengan pemandangan pegunungan yang indah. Sinar matahari juga tidak menyengat, walau sudah semakin tinggi.

Pukul 11.00 WIB kami istirahat di pondok. Segelas kopi dan dua bungkus biskuit menjadi pengisi tenaga. Menikmati kopi disaat lelah begitu nikmat. Rasa manis-pahit dan aroma harum langsung menyeruak ke dalam dada. Setelah rasa lelah menguap, kami melanjutkan ngutip hingga pukul 13.00 WIB. Total kami berempat berhasil mendapatkan satu kaleng buah kopi arabika. Tidak buruk untuk pemula (walau malu-maluin juga! Hehe).



Setelah memakan bekal makan siang. Langit mulai mendung. Pak Kawasima menyuruh kami pulang, dia khawatir hujan akan segera turun, jalan pulang akan sulit. Kami pun bergegas berangkat. Sementara itu, Pak Kawasima, saudarinya, dan istri yang baru saja tiba, tetap berada di kebun. Mereka berencana ngutip hingga petang. Masih banyak kopi yang harus dipanen. Jika tidak segera dipetik, buah kopi akan jatuh dengan sendirinya ke tanah.

Ngutip adalah pengalaman luar biasa bagi saya. Selain bisa menikmati indahnya pemandangan, saya juga bisa mengerti perjuangan para pekebun kopi. Menanam kopi bukan perkara mudah, tanah pegunungan tidak selalu datar. Merawatnya juga tidak gampang, pekebun harus rajin membersihkan lahan dari semak sembari melakukan pemupukan. Setelah dipanen pun, buah kopi tidak bisa langsung dikonsumsi. Ia harus melewati proses pengupasan, penjemuran, penggongsengan, dan penumbukan/ penggilingan. Baru kemudian bisa kita nikmati di rumah atau kedai-kedai. Perjuangan para pekebun mungkin cocok dengan rasa kopi yang pahit bercampur manis.

Semacam ulat bulu merayap di atas daun kopi

Selain memberikan pendapatan yang besar saat panen, saya juga merasa ngutip bisa dijadikan sebuah objek wisata. Pengalaman memanen kopi cukup menarik, terlebih bagi orang yang belum pernah melakukannya. Saya yakin, banyak wisatawan baik lokal dan mancanegara yang akan tertarik, apalagi jika akses jalan ke kebun kopi diperbaiki. Sekarang tinggal komitmen dari pemerintah setempat untuk memajukan wilayah Bener Meriah.

Akhirnya, terima kasih telah berkunjung. Sampai jumpa di postingan selanjutnya. Insya Allah. Salam.

Saturday, May 5, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 3 comments

Menjelang Senja



Di kala matahari hendak terbenam
Jantung-jantung berdetak
Nafas-nafas terhenti
Utuh kita berjanji
“Kamu kah orangnya?”
Aku mengangguk
1577 hari dan seterusnya.

pic: vi.sualize.us

Thursday, May 3, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: Leave a comment

KPM-PAR, Bener Meriah (Bagian II - Kutu Air dan Diare)

Pulang dari pesantren


Dua hari di Bener Meriah, teman saya bersin-bersin. Sepuluh hari kemudian, dua orang lagi sakit kepala. Dan di hari ke 12, saya terkena komplikasi paling mengerikan abad ini: kutu air dan diare. Hehe.

Saya tidak memiliki masalah dengan makanan di rumah pak keuchik. Menunya oke-oke saja. Baru ketika hari ke sepuluh, saya mulai jajan makanan ringan. Dan karena mungkin kangen, saya makan banyak sekali! Dan lagi saat kami turun ke kawasan Pondok, tempat yang bisa disebut pekan, kami banyak jajan. Makan bakso lah, mie lah, jagung kelapa lah, pokoknya semua kami coba. Perut saya shock, dan timbulah diare. Pagi-siang-malam harus bolak-balik WC. Dan karena sedang di kampung orang, itu bukan pekerjaan yang menyenangkan! Hehe.


sebut saja jagung kelapa, saya lupa tanya namanya!

Di KPM juga, saya sering main air. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk ‘cuci tangan pakai sabun’. Terlebih di sini saya harus mencuci baju. Telapak kaki saya pecah-pecah. Saya kira itu karena di sini kami banyak jalan kaki – karena memang tidak punya kenderaan pribadi. Tapi kemudian pecahan itu menjadi panas dan gatal. Rasa perihnya menjalar ke sela-sela kaki sampai berjalan pun rasanya susah. Dan saat kena air, rasa sakitnya bukan main. Setelah saya perhatikan dengan saksama, ternyata kutu air.

Dan itulah komplikasi paling mengerikan: diare mengharuskan saya bolak-balik kamar mandi, sementara kutu air mengharuskan saya jauh dari air! hahaha. Luar biasa! Akhirnya ya saya terpaksa mengalah dengan diare dan merelakan kaki perih terkena air.

Alhamdulillah beberapa hari belakangan ini diare sudah reda, tinggal kutu air yang masih bersisa. Saya harus menjaga kaki agar tetap kering.

Adaptasi

Begitu sampai di Bener Meriah, banyak dari kami yang belum terbiasa dengan  suhu dingin. Kulit wajah kami mengelupas, sedikit perih. Tapi Alhamdulillah dalam beberapa hari sudah hilang. Beberapa bahkan ada yang demam, bersin-bersin, dan sakit hati (lho kok sakit hati? Hehe. Bercanda).

Togar dan GL-Pro Tgk. Imam

Di sini saya kuat makan. Saya tidak melewatkan sarapan pagi, siang, dan malam. Walau terkadang menu yang disajikan tidak pernah saya coba sebelumnya, misal agur – kalau tidak salah namanya – semacam sambal terasi yang diulek dengan terong belanda, tapi saya berusaha enjoy saja. Saya berharap dengan makan teratur, tubuh saya menjadi sehat. Kalau soal kebugaran sih gak usah dipikirkan, orang ke mana-mana jalan kaki kok, hehe. Kecuali, kalau mau pergi jauh sekali, baru pinjam sepeda motor pak keuchik atau tgk. imam. Hoho.

Dan satu hal yang menurut saya luar biasa di sini adalah mandi. Kalau di Lamreung, saya mandi minimal sekali sehari. Sementara di Bener Meriah, saya mandi maksimal satu hari sekali! Hahaha. Tidak heran memang, airnya dingin luar biasa. Apalagi saat pagi. Tulang-tulang serasa kontak karena dingin. Kalau mandi pun di sini gak bisa langsung byur, tapi harus dicipratkan dulu ke badan (seperti saat kita mandi di kolam air panas), biar tubuh tidak terkejut. Untungnya, di sini kita jarang sekali berkeringat. Jadi badan tidak bau, walau tidak mandi tiga hari! Hahahahahaha.

wah! payah ne didapat di kota-kota!

Akhirnya, berada di daerah yang tidak pernah kita kunjungi adalah sebuah pengalaman menarik. Memang banyak yang berbeda: bahasa, budaya, makanan, dan iklim. Tapi satu pesan saya: nikmati saja. Oke lah, sampai jumpa di postingan berikutnya. Insya Allah tentang panen kopi! Salam.  

Tuesday, May 1, 2012 by Muhammad Haekal
Categories: 6 comments