Saat ingin menulis, saya terlebih dahulu harus berhadapan dengan mood. Saya cenderung tidak bisa merangkai kata saat hati sedang tidak pas, pikiran sedang terbelit masalah, atau sedang berada dalam suasana yang tidak saya sukai.
Kondisi menulis yang paling saya gemari adalah sunyi: saya sendiri, dengan segelas minuman manis, dan laptop. Saya suka musik, tapi ketika menulis, saya memilih mematikannya. Saya suka ngobrol dengan kawan-kawan, tapi ketika menulis, saya memilih menyendiri. Saya perlu fokus.
Tapi kemudian saat hati tidak kunjung pas, rumah ramai, dan orang-orang tidak bisa disuruh diam, apakah saya harus berhenti menulis? Jatahnya sih iya, hehe, tapi tentu lebih baik tidak. Penulis harus tetap menulis.
Seorang penulis harus mampu melawan diri sendiri. Ketika badan malas-malasan atau pikiran mengajak untuk menunda, penulis harus rela “membunuh” mereka. Coba bayangkan, semisal kita hanya menulis saat mood bagus dan itu hanya terjadi setahun sekali, berapa tulisan yang dapat kita hasilkan? Dan berapa banyak waktu yang telah kita buang?
Mengalahkan mood memerlukan latihan. Sekarang saya sedang menulis sementara teman KPM saya sedang menghidupkan musik. Ingin rasanya saya mematikan lagu itu karena transfer kata dari otak saya tersendat gara-gara fokus terbagi dengan musik. Tapi yaa karena niatnya mau latihan, saya diamkan saja.
Semua butuh proses. Kita butuh strategi dan konsistensi untuk mengalahkan mood. Dan akhirnya, mari berperang dengan mood sendiri! Insya Allah kita menang.
Salam.
pic: google.com