Alhamdulillah cerpen saya diterbitkan oleh Serambi Indonesia, 10 Juni 2012. (klik di sini utk langsung menuju situs).
-----------------------------------------------------------------
“Sial!” Din kembali mengutuk PLN karena lampunya mati tiba-tiba. Mesin printer baru mencetak setengah dari kertas. Lembaran itu kini bahkan tersangkut di mesin. Sambil menggaruk-garuk kepala yang tak gatal, dia menghela nafas dengan berat. Pukul 10.00 WIB dia harus menjumpai Pak Faisal, dosen pembimbing skripsi. Din hanya memiliki waktu 20 menit lagi untuk menyiapkan BAB III skripsinya. Din gusar mengingat Pak Faisal terkenal sebagai dosen yang berdisiplin waktu. Satu menit saja melenceng dari janji marahnya minta ampun.
Tanpa pikir panjang, Din segera beranjak dari rumah setelah sebelumnya buru-buru mencuci muka dan gosok gigi. Bu Aisyah, Mamaknya Din, yang sedang menyapu rumah hanya bisa geleng-geleng kepala. “Kalau sudah mati lampu, baru kau sibuk!” celetuk Bu Aisyah. Terang saja sang bunda kesal. Sudah beberapa kali diingatkan untuk tak lalai membuat skripsi. Tapi, Din, anak semata wayangnya itu, memang sibuk sendiri saban hari di warung kopi. Ditegur sang bunda, Din cuek saja. Dia bahkan buru-buru menghidupkan sepedamotornya menuju sebuah rental komputer di Darussalam.
***
Dua hari yang lalu, Din sudah pergi ke kampus. Bagi mahasiswa angkatan tua seperti dirinya, alasan mengunjungi kampus hanya dua: Mengurus beasiswa atau mengikuti bimbingan skripsi. Tidak ada aktivitas lain. Din juga malu, karena banyak teman seangkatannya yang telah diwisuda. Beberapa teman perempuan bahkan telah menikah dan punya anak. Dan yang lebih menyakitkan kalau ada teman yang bertanya, “Belum selesai juga kau, Din?”
Baru saja memasuki gerbang kampus, Din berpapasan dengan adek letingnya. “E, bang Din, udah siap skripsinya?” Din hanya menggeleng kepalanya sambil tersenyum. Dia terus berjalan hingga matanya kemudian menangkap secarik kertas bertulis “Pengumuman untuk Mahasiswa Tingkat Akhir”. Merasa maklumat itu penting baginya, Din pun membacanya dengan seksama. Pada baris ketiga dahinya mengerut. Batas terakhir pendaftaran sidang skripsi tanggal 9 Juni 2012.
***
Dari tiga rental komputer yang ada, hanya satu yang memiliki genset. Tidak heran, tempat itu dipenuhi oleh belasan orang yang mengantre. Hampir semuanya ingin mengeprint tugas atau makalah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan satu orang sekitar 10 menit. Tidak lama sebenarnya. Namun, perasaan buru-buru membuat menunggu terasa panjang.
“Masuk nggak, bang?” Kata seorang perempuan kepada Din. Dia tidak sabar melihat Din yang sedari tadi sibuk memasuk-cabutkan flashdisk-nya. Memang alat itu sudah lama dia miliki. Jadi, suka bermasalah dengan koneksi.
Setelah bergulat dengan flashdisk, Din akhirnya berhasil mencetak seluruh halaman. Dia pun bergegas membayar semua biaya ke kasir. Tanpa sempat mengambil uang kembalian, dia melompat ke atas sepedamotor. Suara deru mesin bersahutan dengan suara genset rental komputer yang tiba-tiba mati. Sepedamotor Din melesat meninggalkan seisi rental yang mendadak gempar dengan tingkahnya.
Jam menunjukkan pukul 10.20 WIB. Din tahu benar dia akan disemprot oleh Pak Faisal. Atau yang lebih buruk lagi, dosen pembimbingnya itu akan berpura-pura tidak mengenal dirinya.
Sepedamotor melambat dan berhenti di sebuah kedai kopi kawasan Lampineung. Dari tempat parkir terlihat para pengunjung memenuhi tempat itu. Din bergerak masuk. Tidak sulit menemukan Pak Faisal. Pria berkepala hampir botak itu duduk di bagian depan kedai bersama dua lelaki. Sepertinya mereka juga dosen.
“Assalamualaikum.” Din menyapa singkat. Tiga lelaki yang sebelumnya tertawa-tawa kini mendadak diam. Sejenak mereka memandang wajah Din. Dalam beberapa detik, dosen-dosen itu sukses mendeteksi bahwa lelaki gondrong yang berada di depan mereka adalah mahasiswa skripsi.
“Jam berapa kita buat janji?” Pak Faisal bertanya dingin. Raut wajahnya seperti pulpen yang siap mencoret lembaran skripsi. Sementara dua temannya kompak meneguk kopi secara bersamaan.
“Maaf, pak. Tadi lampu mati. Jadi, saya....”
“Kamu pulang saja.” Pak Faisal memotong jawaban Din. “Saya paling tidak suka sama orang yang melanggar janji. Apalagi kamu mahasiswa. Apa jadinya bangsa ini kalau semua mahasiswa seperti kamu?”
“Tapi pak, bulan depan saya harus daftar sidang. Paling tidak bapak melihat dulu lah skripsi saya ini.”
Tanpa menjawab pernyataan Din, Pak Faisal beserta dua temannya beranjak pergi. Meninggalkan Din di tengah ingar-bingar kedai kopi.
Ditinggal dosen pembimbing, Din memilih pergi ke kampus. Sebenarnya dia tidak memiliki keperluan apa pun. Hanya ingin duduk-duduk melepas penat. Untungnya dia bertemu Syahrial, mahasiswa tingkat akhir, sama seperti dirinya. Mereka pun duduk di dalam sebuah ruangan belajar yang kosong. Walau listrik padam, tapi pihak kampus menghidupkan genset demi kelancaran perkuliahan.
“Hahaha! Apa kubilang, kalau milih judul jangan susah-susah. Nanti kena bimbing sama dia!” Syahrial tak henti-hentinya tergelak. Menertawakan Din yang baru saja didamprat Pak Faisal. Din juga ikut menertawakan dirinya sendiri. Walaupun kejadian tadi sangat menyakitkan hati, tapi ketika bertemu dengan teman seangkatan, semuanya jadi terasa lucu, bahkan hinaan sekalipun.
Klek. Pintu ruangan terbuka. Din dan Syahrial mendadak diam. Mereka mengira ada dosen yang masuk. Tapi ternyata yang membuka pintu adalah seorang mahasiswi. “Eh, Dek Rina rupanya! Abang kira dosen!” Syahrial menyatakan keterkejutannya sambil memukul kursi. Suasana kembali riuh. Apalagi sekarang mereka ditemani oleh Rina yang terkenal ramah dan enak diajak bicara. Mereka pun asik berbicara tentang berbagai hal. Waktu berjalan tanpa terasa.
“Hehehe. Besok jangan lupa datang ya di acara seminar itu! Awas kalau abang nggak datang!” Kata Rina dengan ramah. “Sip. Insya Allah!” Jawab Din dan Syahrial kompak. Mereka berdiri, siap-siap pergi karena kuliah di ruangan itu akan segera dimulai. Para mahasiswa juga sudah mulai memenuhi kursi. “Oya bang, skripsinya gimana?” Rina bertanya basa-basi. Lampu ruangan tiba-tiba mati. Din dan Syahrial mendadak terdiam. Minyak genset pun rupanya telah habis.
sumber gambar: blog.arcadianlighting.com