Kau tidak pernah pergi ke kantor. Kau di rumah saja. Ya, memang itulah kantormu.
Kau duduk. Menulis. Berjam-jam. Hingga kepalamu pusing. Ya, memang itulah pekerjaanmu.
Mereka bertanya, “Apa yang kau hasilkan? Apakah kau dibayar?”
Belum. Tulisanmu belum layak terbit. Kau mesti bersabar dan terus menulis.
Suatu hari, teman-temanmu lewat di depan rumah. Mereka memakai kemeja, dasi, dan celana kain. Oh, rapi sekali. Kau bertanya ke mana mereka hendak pergi. Mereka baru diterima kerja. Di sebuah perusahaan besar. Gajinya banyak. Lihatlah, bulan depan salah satu dari temanmu bahkan sudah bisa mengambil kredit mobil. Kau pun menunduk. Berjalan ke kamar. Membuka laptop. Microsoft Word. Dan kembali mengetik. Hei! Kau hebat!!
Di hari lain, salah seorang warga datang. Ia kembali bertanya apa kau sibuk. Kau mengangguk. Ia tak percaya. Kau memang hanya di rumah saja. Lalu dia memaksamu pergi. Menemaninya belanja ikan di pasar. di tengah jalan ia kembali bertanya, “Kau pengangguran ya?” kau menggeleng. Kau bilang dirimu penulis. Ia tertawa. Penulis itu bukan pekerjaan katanya. Kau diam saja. Ya, ia hanya belum mengerti.
Hari terus berganti. Jari-jarimu tak pernah berhenti. Rambutmu semakin panjang. Pikiranmu semakin bercabang. Halaman-halaman penuh. Kau tak lagi mengaduh. Kau telah terbiasa. Kau semakin perkasa. Tak peduli manusia berkata apa. Kau terus menulis. Kau tak pernah berhenti. Kau hebat sekali!