Pagi tadi saya mengurus perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Mobil SIM Keliling, Ditlantas Polda Aceh (dekat Masjid Raya Baiturrahman). Prosesnya cepat dan mudah. Tak sampai 15 menit semua selesai. Biayanya Rp. 80 ribu.
Jika dulu cukup menyertakan fotokopi KTP dan SIM lama, kali ini, berkas perpanjangan SIM wajib dilengkapi dengan surat rekomendasi kesehatan dari dokter, dan surat kesehatan jiwa dari psikolog. Sesuai dengan UU Lalu Lintas.
Saya membuat surat kesehatan di Puskesmas Krueng Barona Jaya. Biayanya Rp. 10 ribu. Sementara surat kesehatan jiwa saya peroleh dari Yayasan Psikodista (setelah sebelumnya mengikuti psikotest) dengan biaya Rp 50 ribu.
Jadi biaya total perpanjangan SIM A saya adalah Rp. 140 ribu.
Cerita lain
Pengurusan SIM berlangsung di dalam bus/ kontainer SIM Keliling. Di dalamnya ada dua orang petugas. Seorang petugas mengurus administrasi (kelengkapan berkas dan pembayaran), dan seorang lagi bertugas mengoperasikan komputer (input data, foto, dan cetak SIM). Di antara kedua petugas, terdapat empat buah kursi. Tempat warga duduk mengantre.
Dari sekian banyak warga yang mengurus perpanjangan SIM, beberapa di antara mereka tidak membawa persyaratan secara lengkap dan benar. Ada yang membawa surat kesehatan tanpa stempel, ada yang lupa mengurus surat kesehatan jiwa, bahkan ada pula yang hanya ‘bermodal’ fotokopi KTP.
“Apakah saya masih bisa memperpanjang SIM?” tanya seorang ibu yang tidak membawa persyaratan lengkap.
“Kami bisa membantu mengurus yang tidak lengkap. Tapi biayanya mahal.” petugas menyebutkan nominal. Jika tidak salah dengar, Rp. 250 ribu.
“Saya menyarankan ibu mengurus dulu kelengkapannya sendiri. Jadi nanti akan dikenakan biaya normal sebesar Rp. 75 ribu.” sambung petugas.
Mendengar hal tersebut, si ibu memutuskan menunda dulu pengurusan SIM dan mengurus sendiri surat-surat yang tidak lengkap.
Beberapa warga lain juga mengalami situasi yang sama. Tapi mereka lebih memilih untuk membayar langsung dengan harga yang lebih mahal.
Kenapa?
Dari beberapa info yang saya dapat di internet, alasan sebagian warga yang memilih mengurus langsung SIM dan tidak repot-repot membuat surat kesehatan adalah alasan biaya dan waktu. Di situs
Harian Analisa, saya mendapatkan informasi jika biaya pembuatan surat kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh adalah Rp. 137.500. Proses pengurusannya pun relatif panjang dan berbelit-belit.
Padahal, Dirlantas Polda Aceh, Kombes Pol Indra Gautama, mengatakan bahwa surat kesehatan jiwa itu tidak mesti dari RSJ, cukup dari praktik psikolog saja. Selain memang sudah memadai, harganya juga lebih terjangkau.
Kemungkinan hal itulah yang membuat sebagian warga memilih ‘diuruskan’ kelengkapan persyaratannya oleh petugas. Selain biayanya tidak jauh beda, waktu yang dihabiskan juga tidak lama.
Legalkah?
Saya tidak tahu apakah prosedur ‘pengurusan’ syarat oleh pihak petugas merupakan hal yang resmi dan legal. Dalam beberapa sisi tindakan tersebut memang membantu. Barangkali ada warga yang hanya mempunyai waktu sedikit dan banyak urusan. Namun jika memang tidak legal, apapun ceritanya hal tersebut tidak benar untuk dilakukan.
Disadari atau tidak, terkadang inisiatif melanggar hukum justru datang dari warga bukan petugas. Jika memang kita ingin membangun negara yang bebas korupsi, semua harus kita awali dengan kebersihan diri kita sendiri. Mengikuti alur sesuai aturan. Tidak berusaha merayu aparatur untuk dimudahkan. Membayar sesuai biaya resmi. Dan tidak merasa harus memberikan ‘uang kopi’.
Sesungguhnya semua begitu indah jika kita jalankan sesuai dengan aturan. Toh, jika dalam proses tersebut kita masih dirugikan, tinggal lapor saja ke Ombudsman!