Di usia saya yang sudah dua puluh ini, banyak rekan yang sudah membina rumah tangga, terutama perempuan. Bahkan beberapa dari mereka telah dikaruniai anak. Selalu saja, setiap kali saya mendengar ada manusia yang ingin menikah, saya senang. Menikah sendiri bagi saya adalah sebuah tahap di mana kita menyempurnakan hidup, menyempurnakan cinta.
Sedari saya kelas tiga SMA, saya mengenal seorang perempuan yang sampai saat ini terus saya cintai. Kami membangun komitmen bahwa suatu hari nanti jika kami telah mampu, kami akan menikah. Beberapa rekan yang mendengar hal tersebut mengatakan saya terlalu muda untuk berpikir‘begitu jauh ke sana. Ya, saya memang masih dua puluh, namun memulai berkomitmen dari sekarang apa salahnya. Toh hal ini membuat banyak perubahan bagi saya. Saya menjadi lebih rajin, dan tidak terlalu banyak main-main lagi, terlebih saya memang benar-benar cinta dengan si perempuan.
Menikah memerlukan banyak persiapan. Mulai dari yang sifatnya personal hingga seremonial. Di Aceh sendiri, mahar atau mas kawin kiranya menjadi sebuah isu yang menakutkan bagi lelaki. Kuat bergema, bahwa berbeda daerah berbeda nilai minimal sang mahar. Memang itu adalah sebuah syarat, namun dengan adanya “standar minimal” justru terkadang memberatkan. Tetapi memang di satu sisi, mahar adalah representasi kemampuan si mempelai lelaki dalam hal finansial, dan itu menjadi acuan bagi orang tua si perempuan dalam mempercayakan anaknya kepada si lelaki. Orang tua mana yang mau mempercayakan anaknya kepada lelaki yang susah. Bagi saya sendiri, mahar seharusnya tidak dipersulit. Di satu sisi, cinta adalah resiko, dan kehidupan berumah tangga tidak statis. Tidak mungkin orang akan selalu berada di bawah, kecuali memang orang-orang yang tidak berusaha. Namun begitu, bilamana mahar memang ditetapkan tinggi, seorang lelaki yang benar-benar mencintai, harus mengupayakan sekuat tenaga untuk meraih hal tersebut.
Sebagai lelaki, kita semua harus bersiap dari sekarang. Menikah memerlukan kematangan jiwa dan pikiran. Kasih sayang, kesabaran, tanggung jawab, dan ketekunan, adalah beberapa hal yang mutlak diperlukan ketika kita membina rumah tangga. Kiranya hal tersebut tidak secara instan kita dapatkan, semua membutuhkan proses. Menikah bukan main-main.
Portofolio
Labels
Aceh
(5)
akreditasi
(1)
Aku
(1)
buku puisi
(1)
Buku Terbit
(1)
c.s jung
(1)
Cerita
(1)
Did You Know?
(1)
ekstrovert
(1)
Emha Ainun Nadjib
(2)
English
(4)
Esai
(3)
Features
(2)
Film
(1)
Fragmen
(6)
generasi milenial
(1)
generasi tanpa kantor
(1)
generasi z
(1)
Haji Agus Salim
(1)
HAMKA
(1)
harian
(1)
Helpfie
(1)
I Love Aceh
(1)
Indonesia
(3)
introvert
(1)
kampus
(1)
Kata-kata
(67)
Khazanah
(8)
Kolom
(174)
Kritik
(1)
Linda Christanty
(1)
Lindt Chocolat Cafe
(1)
M. Quraish Shihab
(1)
Motivasi
(1)
Nyinyir
(1)
P.K. Ojong
(1)
Penerjemah
(1)
Phobia
(1)
Profil
(1)
psikologi
(1)
Puasa
(1)
PUBG
(1)
puisi
(2)
Ramadan
(1)
Rehat
(4)
Teman-teman
(1)
Tentang Menulis
(7)
terbit di media
(15)
tumblr
(1)
universitas
(1)
video
(1)