Saya sangat gandrung dengan game yang menyajikan konsep karakter, saya merasa benar-benar berada di dalam ‘dunia lain’ itu. Di GTA, saya bisa seakan-akan merasa menjadi diri saya sendiri. Memotong rambut sesuai selera, dan memilih baju menurut gaya. Saya bisa memiliki mobil, memodifikasinya suka-suka. Saya juga dapat memiliki pacar yang dapat saya kunjungi setiap hari.
Sementara di PES, dalam fitur ‘become a legend’, saya dapat membuat pemain sendiri. Memilih penampilan, klub, dan gaya bermain. Saya yang tidak terlalu pintar bermain bola ini merasa lebih hebat daripada CR7 atau Messi dalam dunia PES. Dan memang demikian adanya (dalam dunia PES, hehe).
Bermain game membuat saya terkadang lupa, bahwa saya tidak hidup di sana. Saya hidup di dunia, di Indonesia, di sebuah desa bernama Lamreung. Bermain game membuat saya terkadang lupa bahwa saya adalah Muhammad Haekal, seorang mahasiswa, anak sulung dari dua bersaudara, yang mempunyai berbagai macam janji dan kewajiban. Bermain game membuat saya cenderung lebih fokus mengejar target-target semu yang dalam sekejap hilang saat saya menekan ‘turn off’ pada layar komputer.
Harus saya akui, bermain game adalah salah satu kenikmatan dunia. Sinfully delicious, seperti tagline sebuah produk olahan cokelat. Saya akan terus bermain game, paling tidak 30 menit sehari. Game dapat membuat saya rileks dan segar. Hanya mulai sekarang saya bertekad untuk tidak pernah lupa bahwa saya manusia, dan hidup di dunia nyata, bukan dunia game. (Dan alangkah senangnya orang-orang yang bekerja di industri game, setiap harinya kerjanya bermain! Asik, asik!).
pic: http://piccsy.com/2011/04/daft-fiction/